Home | News & Opinion | Market Data  
News & Opinions | Industries | Manufacturing

Monday, September 09, 2013 16:00 WIB

Anak Muda Spanyol, 'Hilang' atau Jadi Imigran

Di tengah negeri dengan 55 persen pemudanya pengangguran, resume berlembar-lembar tak bisa jadi jaminan. Contohnya adalah pengalaman Barbara Victoria Palomares-Romero, 22 tahun, di Madrid.

Palomares-Romero memiliki banyak pengalaman kerja dan keahlian, mulai dari pramusaji di restoran, baby-sitter, sampai pekerja hotel. Setelah lulus dari SMA, dia mengikuti pelatihan sekretaris, teknisi AC, sampai perias jenazah.

"Meski saya baru berusia 22 tahun, resume saja panjangnya bisa dua halaman sendiri, dan saya bisa melakukan hampir semua pekerjaan," kata Palomares-Romero.

Tapi meski bisa melakukan banyak hal Palomares-Romero cuma berakhir sebagai pengangguran muda. Tenaga muda produktif ini hanya mendapatkan US$ 66 (sekitar Rp 660.000) per bulan, itu pun sangu dari orang tuanya.

Barbara Victoria Palomares-Romero adalah satu dari sekian banyak generasi muda Spanyol yang saat ini cuma jadi pengangguran. Pakar menilai, Spanyol sedang berada di ambang krisis lain, yakni "hilangnya" generasi berpendidikan di dalam negeri.

Bayangkan saja, dari angka total 26 persen pengangguran di negeri itu, sebanyak 55 persennya adalah anak-anak muda yang berusia di bawah 25 tahun. "Generasi kami hilang karena orang tua tak mengizinkan kami bekerja," kata Palomares-Romero.

Krisis ini diperkirakan masih akan bertahan bertahun-tahun ke depan. Soalnya, Badan Moneter Internasional (IMF) memperkirakan angka pengangguran di Spanyol akan bertahan 25 persen selama lima tahun ke depan. Ini termasuk yang tertinggi di dunia industrialis seperti sekarang.

"Krisis ekonomi ini amat memukul orang muda," kata Almudena Moreno, seorang sosiolog. "Sebab kaum muda adalah yang paling rapuh dan rentan dalam sistem ekonomi kita." Dia mendata, satu dari tujuh pemuda Spanyol berusia 20-29 tahun masih tinggal di rumah orang tua.

Banyak orang seperti Cecilia de la Serna, yang tak mau mencari karir yang mapan, memiliki rumah sendiri, serta membangun keluarga. "Rasanya seperti kehilangan separuh hidup sampai mencapai stabilitas itu," kata mahasiswi 22 tahun yang bercita-cita menjadi reporter investigasi ini.

"Dan kami bahkan tak membicarakan soal punya anak, kami tak tahu kapan kami akan punya anak atau bahkan apakah kami mampu mempunyai anak," kata Serna.

Kondisi ini kemudian melahirkan aspek baru dalam krisis Spanyol, tumbuhnya arus migrasi keluar negeri di antara orang muda Spanyol. Padahal mereka tak hanya merupakan tenaga kerja aktif tapi juga amat berpendidikan.

Seorang Francesc Tores, 29 tahun misalnya, memutuskan bekerja di Almaty, Kazakstan, sebagai insinyur. Lalu ada Sofia Olivia Sanchez, 25 tahun, yang menjadi perawat di Dun-sur-Auron, Prancis.

"Spanyol kehilangan banyak orang bernilai," kata Laura Belenguer Ortiz-Villajos, seorang pencari kerja dan mahasiswi S2 penyiaran radio yang berusia 27 tahun. "Pemuda dari generasi saya harus mempraktekkan apa yang ada di kepala, tapi di Spanyol sulit sekali mewujudkannya."



Sumber: detikcom

RELATED NEWS

OTHER NEWS

copyright 2011 IPOTNEWS.com [Full Site]