Home | News & Opinion | Market Data  
News & Opinions | Opinions

Monday, April 25, 2011 22:59 WIB

Teror Kosmetik dan Pangan Berbahaya dari Cina

Oleh: Iljani Sudardjat, Hobi Menulis dan Traveling

Indonesia memang surganya produk ilegal. Bayangkan, kita punya TNI, polisi, otoritas kompeten pengawasan seperti BPOM, Kementerian Pertanian, tetapi kecolongan produk kosmetik dan pangan Cina benar-benar di depan mata. Tidak tanggung tanggung, BPOM sendiri mengakui, hanya 2% produk kosmetik dan pangan Cina yang terdaftar (sumber:okezone.com & media lain). Darimana masuknya? Apakah pintu masuk barang impor kita demikian gampangnya dijebol oleh produk impor ilegal ini?

Yang menderita tentu produk dalam negeri yang semakin terdesak oleh persaingan yang tidak sehat. Kemudian, yang lebih penting lagi, konsumen indonesia disuguhi produk ’sampah’ yang tidak layak atau belum tentu memenuhi standar keamanan.

Seperti kosmetik Cina, beberapa penelitian yang dilakukan oleh YLKI diketahui bahwa kosmetik pemutih tersebut mengandung mercuri untuk memutihkan kulit. Merkuri dapat menyebabkan kanker kulit. Dan beberapa juga mengandung hidroquinon, yang walaupun diijinkan, tetapi dosisnya dikhawatirkan tidak terkontrol. Begitu juga untuk lipstik dari cina, yang dikhawatirkan mengandung logam berat timbal, yang berbahaya bagi kulit (dan menyebabkan bibir menjadi hitam).

Kemudian, kita juga disuguhi buah-buahan impor cina yang belum tentu memenuhi standar keamanan pangan. Saya pernah melihat hasil penelitian yang dilakukan oleh BSN, beberapa buah-buahan tersebut mengandung bahan tambahan yang berbahaya.

Kandungan formalin buah-buahan tersebut diantaranya adalah: Apel Fuji RRC (0,2 ppm), Apel Royal Gala (1,02 ppm), Durian monthong (2,5-3 ppm), Pear lokan (1,24 ppm), Pear Xiang Lie (2,01 ppm) dan yang paling mengerikan kandungan formalinnya adalah Lengkeng dari Cina, yaitu 122,11 ppm.

Formalin sama sekali tidak boleh ada dalam pangan, termasuk dalam buah. Dan konon, buah-buahan ini juga memakai semacam lilin, agar kulit buah tetap licin dan tampak segar (walaupun di dalam membusuk).

Perlindungan konsumen memang lemah sekali. Padahal, seharusnya produk yang dilempar ke pasar adalah produk yang sudah memenuhi standar keamanan, sebagaimana tercantum di dalam Undang Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) pasal 4.

Sementara itu otoritas kompeten pangan segar di Indonesia adalah Kementrian Pertanian. Selama ini, garda depan masalah impor pangan segar adalah Badan Karantina. Tetapi Badan Karantina hanya meninjau apakah produk tersebut mengandung hama dan penyakit tanaman, sementara mengenai kontaminasi kimia, radiasi dan seterusnya lolos dari pantauan.

Sedangkan untuk pangan kemasan dan kosmetik, tentu tugas dari BPOM. Tetapi sekali lagi, walaupun BPOM menemukan bahwa 98% tidak terdaftar, apa sanksi yang diberi oleh BPOM? Hanya memberi mereka kesempatan mendaftar? Begitu mudahkah? seharusnya ada penalti keras sehingga importir tidak gampang menteror rakyat Indonesia dengan pangan dan kosmetik yang berbahaya dan ilegal…

OTHER NEWS

copyright 2011 IPOTNEWS.com [Full Site]