Home | News & Opinion | Market Data  
News & Opinions | Opinions

Monday, April 25, 2011 22:43 WIB

Aroma Korupsi Terdeteksi di Blok West Madura Off-Shore

Oleh: Didit Kuncoro, Pecinta Dunia Jurnalistik


Aroma kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) tidak hanya dimonopoli legislatif dan birokrasi saja. Kali ini terindikasi dalam bidang eksploitasi & eksplorasi energi minyak dan gas bumi.

Berawal dari proses perpanjangan dan pengalihan partisipasi blok West Madura Offshore (WMO), yang penandatanganan kerjasama antara Pertamina & Kodeco Energy co.,Ltd (PMA Korea Selatan) dilakukan pada tanggal 7 Mei 1981. Perjanjian kerja sama tersebut akan berakhir pada 7 Mei 2011 mendatang, atau masa kontrak kerjasama selama 30 tahun.

Namun sebelum masa kontrak kerja sama itu berakhir, pemerintah menyetujui kepemilikan hak partisipasi West Madura Offshore melalui surat dirjen migas nomor 6989/13/DJM.E/2010 tertanggal 17 Maret 2011 dalam hal ini mewakili menteri ESDM.

Selain surat tersebut BP Migas & Menteri ESDM, Darwin Zahedy Saleh melalui surat bernomor 0176/BP00000/2011/SO telah menyetujui pengalihan interes wilayah kerjasama WMO tertanggal 31 Maret 2011 dan surat tersebut ditandatangani oleh Kepala BP Migas Ir.R.Priyono.

Dalam surat tersebut tersirat jelas bahwa kepemilikan saham Kodeco dialihkan sebesar 12,5% ke PT.Sinergindo Citra Harapan & milik CNOOC Madura,. Ltd (PMA China) ke PT.Pure Link Invesment,. Ltd. sebesar 12,5%.

Inilah fakta menteri ESDM menunjuk PT.SCH & PLI tanpa proses tender terbuka dan disinyalir berpontensi merugikan negara sebesar USD 100 juta atau setara dengan Rp.900 Milyar.

Sebelumnya komposisi hak partisipasi dimiliki Pertamina adalah sebesar 50%, Kodeco sejumlah 25% (sebagai operator blok WMO saat ini) dan CNOOC senilai 25%.

Pertamina juga sudah mengajukan permintaan pengalihan partisipasi sebesar 100% kepada pemerintah sekaligus mengambil alih operator WMO, yang kini mengalami penurunan produksi dari 19.000 barel/hari menjadi 14.000 barel/hari.

Pihak Pertamina juga berkomitmen bila dipercaya pemerintah akan menaikkan produksinya. Sebagaimana yang dilakukan Pertamina di Blok Offshore North West Java (ONWJ) atau blok pantai utara Jawa bagian barat yang setelah ‘diambil-alih’ BUMN tersebut mengalami kenaikkan produksi dari 21.000 barel/hari menjadi 25.000 barel/hari.

Bila mengacu pada UUD, memang bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dalam hal ini adalah Pertamina sebagai BUMN yang dibentuk Pemerintah untuk urusan minyak dan gas bumi.

Ditegaskan pula dalam PP 35 tahun 2004, yang menyebutkan dalam salah satu pasalnya bahwa Pertamina dapat mengajukan pengelolaan satu blok tertentu sepanjang Pertamina masih dikuasai negara 100%.

Tanpa memintapun harusnya kementrian ESDM dan BP Migas memberikan kesempatan dan menyerahkan blok WMO yang awal bulan depan (7/05/2011) habis masa kontraknya untuk dikelola Pertamina.

Hal ini selain untuk menghemat cost recovery juga menghindari terjadinya mark up yang sering terjadi di lika-liku bisnis perminyakan ini.

Pertamina sendiri telah mengalokasikan anggaran sebesar 28 Trilyun untuk belanja model hulu dan penyiapan sumber daya manusia selama masa transisi sampai pengembangan WMO nantinya.

Kementrian ESDM juga menyampaikan adanya pengalihan saham ini ke beberapa media, sebagaimana dikutip reuters edisi Friday, 1 April 2011.

Namun dengan adanya sorotan dari berbagai pihak, harusnya pemerintah melalui Menteri ESDM & BP Migas segera mengambil langkah strategis sekaligus bijaksana, karena tenggang waktu kontrak kerjasama itu sudah diambang pintu.

Lantas ada apa dengan pemerintah yang justru memberikan hak partisipasi kepada ‘pendatang’ baru (SCH & LCI), itulah sebagian kecil dari permainan berebut ‘fee’ dari para petinggi negeri. Tak ayal lagi Indonesia yang sedemikian kaya dengan beragam kekayaan alamnya menjadi tak berdaya bila berhadapan dengan besaran dollar yang dinikmati segelintir orang.

Dan hal ini telah terjadi puluhan tahun lalu hingga kini. Pantas saja rakyat selalu dikibuli dan tak pernah menikmati kata ’sejahtera’, selain karena satu hal memang rakyat tak perlu tahu (atau sengaja dikelabuhi) dan hal lain memang rakyat tidak tahu.

Kini kita semua wajib dan harus tahu, bahwa hal semacam itu tak lazim dilakukan oleh petinggi negeri yang ‘dipercaya’ rakyat untuk mengelola dan hasilnya demi kesejahteraan bersama.

Ini hanya contoh kasuistik kecil dari ratusan blok & lokasi eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam yang tersebar seantero bumi pertiwi.

OTHER NEWS

copyright 2011 IPOTNEWS.com [Full Site]