Apa yang Perlu Kita Perhatikan dalam Perencanaan Pensiun ?
Wednesday, November 20, 2024       16:34 WIB

Dalam artikel perencanaan pensiun sebelumnya yang berjudul ' Bagaimana Cara Membuat Rencana untuk Pensiun ', kita telah membahas bahwa untuk membuat rencana pensiun yang baik, kita pertama-tama harus  memiliki visi  tentang masa pensiun yang ideal menurut kita.
Dari visi itu, kita kemudian bisa memperkirakan berapa banyak uang atau dana yang kita butuhkan untuk mewujudkan visi tersebut. Langkah selanjutnya adalah menyusun rencana untuk mewujudkan visi yang kita miliki tersebut.
Selanjutnya, visi kita tentang masa pensiun yang ideal, setidaknya harus mencakup dua hal yaitu: (1) bahwa dalam masa pensiun ( golden period ), kita tidak lagi perlu lagi khawatir tentang masalah uang, dan (2) bahwa pada waktu pensiun, kita dapat melakukan apa pun yang kita suka.
Dalam artikel sebelumnya itu, kita juga telah membahas bahwa perencanaan pensiun yang lengkap (komprehensif) sesungguhnya tidak hanya melulu berbicara tentang aspek keuangan (f inancial ) saja.
Di samping aspek keuangan, yang sangat penting dan merupakan fondasi dari aspek-aspek yang lain, ada aspek-aspek psikologis dan emosional (komunitas, kesehatan, pertumbuhan, dan balas budi) dalam setiap perencanaan pensiun yang perlu diketahui.
Untuk aspek keuangan, ada dua hal utama yang harus sungguh-sungguh dipahami dalam perencanaan pensiun yaitu: (1) inflasi, dan (2) usia panjang ( longetivity ).
1. Inflasi
Kita semua sudah tahu tentang inflasi ini, yaitu kenaikan harga barang dan jasa pada suatu waktu tertentu. Inflasi dalam jumlah yang wajar bagus untuk ekonomi suatu negara. Adanya inflasi membuat produsen bersedia memproduksi barang dan jasa, dan konsumen tidak akan menunda pembelian barang dan jasa yang dibutuhkan (dan sebaliknya dalam kasus deflasi di mana harga barang dan jasa terus turun). Hal yang perlu dijaga adalah timbulnya inflasi yang sangat tinggi ( hyperinflation ) karena harga-harga barang dan jasa melambung tinggi hingga tidak lagi terjangkau oleh konsumen.
Khusus untuk perencanaan pensiun, inflasi yang moderat pun tetap harus diwaspadai (karena efek akumulatif dari inflasi tersebut yang akan mengurangi daya beli dari Dana Pensiun yang kita miliki) dengan mengambil langkah-langkah pencegahan yang perlu. Dalam perencanaan pensiun, langkah pecegahan atas resiko inflasi adalah melalui investasi yang tepat.
Jadi, walau pun investasi Dana Pensiun harus dilakukan secara hati-hati, investasi Dana Pensiun bersifat sangat jangka panjang. Artinya, ada waktu puluhan tahun sejak investasi Dana Pensiun pertama kali dilakukan, hingga Dana Pensiun itu akan ditarik atau dipergunakan.
Hal ini penting untuk diperhatikan oleh pembaca IPOTNEWS khususnya yang telah menabung dalam TDPP (Tabungan Dana Pensiun Pribadi) sebagai tambahan atas Dana Pensiun wajib yang disimpan melalui JHT (Jaminan Hari Tua) BPJS -TK (Badan Pengelola Jaminan Sosial - Tenaga Kerja).
2. Usia Panjang
Dalam perencanaan pensiun, hal lain yang perlu diperhatikan adalah usia harapan hidup manusia yang semakin tinggi. Bertambahnya usia harapan hidup manusia ini terjadi akibat perbaikan gizi dan taraf hidup secara umum, masa damai yang panjang, dan perawatan kesehatan yang semakin baik. Kalau dahulu, usia pensiun normal adalah 55 tahun, maka sekarang usia pensiun normal telah bergeser menjadi 58 tahun dengan mengacu usia pensiun normal berdasarkan PP No.45 tahun 2015.
Berdasarkan PP No.45 tahun 2015 tersebut, usia pensiun akan bertambah 1 tahun setiap tiga tahun sejak tahun 2019, dari 57 tahun hingga mencapai usia pensiun menjadi 65 tahun. Jadi, pada tahun 2025, usia pensiun di Indonesia akan menjadi 59 tahun.
Dari segi perencanaan keuangan, bertambahnya usia pensiun normal akan menambah jumlah Dana Pensiun yang dapat diakumulasikan sebelum seseorang memasuki masa pensiun. Tetapi, bertambahnya usia pensiun tidak terlepas dari meningkatnya usia harapan hidup ( longetivity ) penduduk Indonesia. Jadi, tambahan akumulai Dana Pensiun itu harus dipakai dengan hati-hati karena pensiunan akan hidup lebih lama.
Lalu, adakah cara supaya investasi yang kita lakukan dapat mengatasi masalah inflasi ini dan sekaligus mengatasi masalah usia pensiunan yang semakin panjang?
1. Investasi dengan tujuan untuk pertumbuhan ( growth ) dapat menolong Anda
Sebelumnya kita sudah pernah belajar bahwa investasi, bergantung pada jenis investasinya, dapat mempunyai tiga tujuan (a) pertumbuhan, (b) stabilitas, dan (c) keamanan. Investasi dengan tujuan pertumbuhan adalah investasi dalam instrumen-instrumen ekuitas (saham-saham). Investasi dengan tujuan stabilitas adalah investasi pada instrumen-instrumen berpendapatan tetap (obligasi), dan investasi dengan tujuan keamanan adalah investasi pada instrumen-instrumen pasar uang (deposito, SBPU , SBI, dll).
Investasi dengan tujuan pertumbuhan ( growth ) dapat menolong Anda mengatasi masalah inflasi karena instrumen ekuitas yang dipilih dengan baik akan ikut naik harganya mengikuti tingkat inflasi. Dikatakan bahwa ekuitas adalah sarana untuk lindung nilai ( hedge ) terhadap resiko inflasi.
Investasi dengan tujuan pertumbuhan ( growth ) juga dapat berguna untuk mengatasi 'resiko' usia yang panjang ( longetivity ). Walau pun usia panjang adalah pemberian Tuhan YME yang harus selalu disyukuri, tetapi berkah berusia panjang tanpa disertai perencanaan pensiun yang baik hanya akan menjadi beban bagi keluarga kita.
2. Pertimbangkan diversifikasi investasi
Selama ini kita tahu bahwa diversifikasi investasi bertujuan untuk meminimalkan resiko investasi. Kita belajar bahwa memiliki saham-saham tidak boleh hanya satu atau dua macam saja, tetapi harus bervariasi, sehingga resiko turunnya nilai suatu saham akan diimbangi dengan kemungkinan naiknya harga saham-saham yang lain.
Dalam hal perencanaan pensiun, resiko yang dihadapi bukan saja resiko turunnya harga dari beberapa saham saja, tetapi resiko dari pasar modal itu sendiri. Dalam hal ini, karena pasar modal memperdagangkan surat-surat berharga atau aset tak berwujud ( intangible assets ), ada resiko-resiko tertentu yang tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi dalam kelas aset itu sendiri (misal; resiko krisis moneter 1998).
Resiko-resiko tersebut masih dapat dikurangi dengan melakukan diversifikasi antar kelas aset yang berbeda, yaitu kelas aset tak berwujud ( intangible assets ) dan kelas aset berwujud ( tangible assets ).
 Oleh: Fredy Sumendap, CFA 

Sumber : IPS