Home | News & Opinion | Market Data  
News & Opinions | Metalsthelike

Thursday, November 14, 2013 16:50 WIB

Tips Agar Tak Kena Tipu Pengembang Nakal

Berurusan dengan pengembang atau developer nakal bisa dialami siapa saja. Beberapa masalah umum yang kerap terjadi seperti pembangunan fisik yang molor, spesifikasi tidak sesuai penawaran awal, hingga fasilitas penunjang perumahan tidak dibangun.

Praktik ini sangat merugikan masyarakat karena tak sedikit konsumen telah mengeluarkan dana seperti sudah melunasi uang muka atau sudah mencicil ke bank. Untuk mengantisipasi hal ini masyarakat pun diminta lebih cerdas dan selektif ketika memilih pengembang.

Associate Director, Investment Services, Colliers International Indonesia Aldi Garibaldi menjelaskan sebaiknya masyarakat memilih pengembang yang telah memiliki pengalaman dan reputasi dalam membangun perumahan dan apartemen da umumnya pengembang ini berasal dari perusahaan besar.

"Itu kembali ke reputasi pengembang. Kalau mereka punya banyak reputasi mereka nggak mau macam-macam. Tapi kalau misal dia main batubara terus main di pengembang. Risiko pengembang tinggi banyak hal yang bisa salah perizinannya nggak keluar, bangun nggak sesuai spek," ucap Aldi saat berbincang kepada detikFinance seperti dikutip Kamis (14/11/2013).

Selain itu, konsumen bisa melihat konsultan yang dipakai pengembang. Hal ini bisa mencerminkan reputasi perumahan atau apartemen yang ditawarkan.

"Lihat pengembang, dia juga punya beberapa konsultannya. Dia pakai perusahaan internasional di bidang manajemen marketing dan konstruksi. Apakah dia memilih perusahaan temannya untuk konsultan atau arsitek. Kalau iya? Saya mempertanyakan itu," sebutnya.

Permainan nakal umumnya dilakukan oleh developer kecil, modusnya memainkan spesifikasi atau kualitas material bangunan. Namun hal ini tidak
dilakukan oleh pengembang besar dan berpengalaman karena mereka memperhatikan kepuasan dan keberlanjutan konsumen.

"Kalau di daerah habisnya di pedagang. Down speknya nggak tahu. Apakah ada beda campuran semennya. Besi diganti kita nggak tahu. Kalau pengembang long term, dia sangat memperhatikan down spek. Justru dia pikir ditambah kualitas dijual lebih mahal. Masyarakat mesti memilih," sebutnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menambahkan banyak hal yang harus diperhatikan konsumen saat akan membeli rumah atau apartemen.

Pertama, konsumen sebaiknya melakukan survei harga terlebih dahulu dari pengembang satu ke pengembang lainnya dengan tipe rumah yang sama. Ini untuk menghindari penipuan harga dengan iming-iming diskon.

"Banyak pengembang yang melakukan strategi harga itu, cash back tadi. jadi mesti teliti, mesti tahu lah. Dengan tipe yang sama harga yang ini kemahalan nggak. kalau kemahalan, speknya lebih tinggi dari yang itu. Selama harganya wajar itu nggak masalah," kata Ali.

Kedua, yang harus diperhatikan adalah perjanjian jual beli yang diberikan si pengembang. Dalam hal ini calon konsumen harus sangat teliti memahami apa yang tertuang dalam perjanjian tersebut. Mulai dari spesifikasi rumah, lama dibangun, serah terima dan aspek penting lainnya, dan dibandingkan dengan kondisi saat rumah tersebut sudah dibangun.

"Kalau nggak sama, setelah jadi si konsumen 3 bulan si konsumen bisa komplain. Kayak kok tadinya ini baja ringan tapi ternyata dia kayu, itu bisa komplain sampai dinding retak pun bisa. Selama 3 bulan," katanya.

Selain itu Ali menekankan yang harus dilakukan calon konsumen adalah verifikasi kucuran kredit pemilikan rumah (KPR). Ini yang terkadang selalu diabaikan oleh para calon pembeli rumah. Ali mengatakan, calon pembeli harus merasa yakin dan menyelesaikan segala urusan utang agar verifikasi KPR bisa lolos dan kredit bisa dikucurkan bank.

Kenyataanya di lapangan apabila telah membayar uang muka kepada pengembang, lalu KPR tidak dikucurkan karena tidak lolos verifikasi bank, maka 10% dari uang muka tersebut akan hangus dan menjadi milik pengembang. Apalagi jika pembatalan dilakukan oleh calon pembeli sendiri, 50% uang muka akan hangus.

"Kan sayang, pengembang sih untung-untung saja dapat duit. Kadang orang nggak ngerti, apalagi menengah ke bawah, BI checking itu apa ya, dan jangan berbohong. Kalau ada masalah lebih baik jangan," kata Ali.

Selain itu, pertimbangan lokasi pun tak kalah penting. Untuk calon pembeli rumah sebagai end user atau pemakai langsung, membeli rumah sejatinya dekat dengan tempat kerja atau aktivitas sehari-hari.

"Jadi dia memaksakan beli meskipun rumahnya jauh banget. Itu kan bahaya. Daya belinya cuma segitu, tapi dia bolak balik juah dari tempat kerja," katanya.

Ali menambahkan Kebanyakan pengembang yang melakukan kecurangan adalah pengembang kelas kecil dan di kota-kota kecil.

"Biasanya pengembang kecil di kota kecil dalam skala kecil. Di bawah 10 hektar yang banyak bermain," katanya.

Khusus untuk kecurangan dalam hal memainkan dana prasarana dan sarana umum (PSU), ALi menduga tidak terkecuali pengembang besar dan kecil pernah melakukannya. Hanya saja, belum ada tindakan konkret dalam menyikapinya.

"Kalau PSU hampir semuanya. Kenapa seperti itu PSU supaya ada yang bisa dicubit. Pengembangnya ngakui kok, tapi dia kan nggak mungkin ngomong. Banyak pengembang nakal yang mengatasnamakan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), tapi mengambil dana PSU," tambahnya.

Ali meyakini pemerintah pastinya tahu adanya praktik kecurangan pengembang di lapangan. "Kemenpera juga sudah pasti tahu. Kenapa diam, ya tanya saja Kemenpera," katanya.



Sumber: detikcom

RELATED NEWS

OTHER NEWS

copyright 2011 IPOTNEWS.com [Full Site]