Home | News & Opinion | Market Data  
News & Opinions | Opinions

Wednesday, January 15, 2014 21:12 WIB

Peluang Infrastruktur Indonesia di Pasar Modal

Tahun 2014 merupakan tahun yang cukup menentukanbagi perekonomian Indonesia, karena di tahun inilah akan ditentukan Kepala Negara untuk masa bakti 5 tahun ke depan, beserta aparat administrasi eksekutif negara yang akan menentukan rangkaian kebijakan pada periode tersebut. Kebijakan yang proaktif, khususnya di sektor infrastruktur mutlak diperlukan untuk mencapai target rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 7% per tahun sampai tahun 2030. Melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), pemerintah telah membentuk kerangka perencanaan pembangunan infrastruktur yang diharapkan dapat meningkatkan PDB hingga USD 4,5 triliun pada tahun 2025 dan mencatatkan Indonesia sebagai negara dengan perekonomian terbesar ke-12 di dunia.

Sebagai anggota G20 (Group of Twenty), yang keanggotaannya mengacu kepada kekuatan Produk Domestik Bruto (PDB) dalam kelompok 20 besar dunia, Indonesia dapat berbangga hati atas potensi peringkatnya di masa yang akan datang. Saat ini, Indonesia berada pada urutan 16, namun menurut prediksi lembaga konsultan global McKinsey, Indonesia akan dapat menduduki peringkat ke-7 pada tahun 2030 nanti.[1] Peringkat 7 PDB terbesar di dunia berarti pada saat itu PDB Indonesia akan melampaui PDB Inggris dan Jerman, sesuatu yang belum dapat terbayangkan saat ini.

Apakah implikasi dari penelitian tersebut?

Sebagai Investor, kita dituntut untuk dapat memposisikan diri dalam kondisi terbaik menyongsong pertumbuhan ekonomi yang pesat di mana sesungguhnya sudah dimulai sejak pasca Krisis Asia 1998. Pada periode 2001-2011, Indonesia mengalami stabilitas pertumbuhan ekonomi yang membanggakan. Rata-rata tingkat pertumbuhan PDB secara tahunan beradapada level 5,5% (dalam Rp).[2] Apabila dibandingkan dengan negara maju di UniEropa dan Amerika Serikat, sebagian bahkan mengalami stagnasi pertumbuhan atau bahkan negatif.

Motor dari pertumbuhan yang pesat di masa yang akan datang adalah populasi negara ini. Sebanyak 90 juta jiwa akan masuk ke dalam kriteria kelas menengah sampai dengan 2030, di mana saat ini hanya terdapat  45 juta jiwa dari 240 juta penduduk. Kelas menengah yang sebesar 135 juta jiwa pada tahun 2030 akan membentuk hampir 60% komposisi populasi di Indonesia yang diperkirakan akan mencapai 280 juta pada saat itu.[3]

Namun, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah perlu melakukan investasi secara proaktif pada sektor infrastruktur. Meskipun tingkat investasi infrastruktur terhadap PDB Indonesia telah meningkat lebih dari 2 kali lipat pada periode 2001-2011, namun belum cukup. Sebagai contoh, panjang jalan tol pada tahun 2010 hanya 742 kilometer (kurang dari sepertiga target Kementerian Pekerjaan Umum yaitu 2400 kilometer[4]; atau bandingkan dengan Malaysia yang hanya berpenduduk sekitar 1/10 dari Indonesia namun memiliki panjang jalan tol lebih dari 2 kali lipat).

Global Competitiveness Report 2012-2013 yang dibuat World Economic Forum, menunjukkan bahwa kualitas infrastruktur Indonesia berada pada posisi yang sangat rendah, jauh dibandingkan negara tetangga Singapore, Malaysia, dan bahkan Thailand.

Hal ini di satu sisi menunjukkan bahwa perjalanan yang harus dilalui masih panjang, namun di lain sisi menunjukkan bahwa peluang di sektor infrastruktur juga sangat besar.

Melalui MP3EI yang dicanangkan sejak 27 Mei 2011, pemerintah telah berupaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan yang terencana di bidang infrastruktur. MP3EI membagi Indonesia menjadi 6 koridor: Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Kepulauan Maluku; di mana setiap koridor akan dikembangkan sesuai dengan keunggulan sentra ekonomi lokal masing-masing. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah telah mengindikasikan kebutuhan investasi utama pada fase 1 (2011-2014) sebesar Rp 4.000 triliun di mana Rp1.774 triliun diantaranya akan dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur.[5]

Berdasarkan simulasi statistik yang dilakukan oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), sebuah BUMN pembiayaan dan penyedia jasa konsultasi infrastruktur, proyeksi kebutuhan investasi infrastruktur selama periode 2013-2018 adalah sekitar Rp4.000 triliun. Melihat besarnya kebutuhan infrastruktur dalam periode lima tahun ke depan, pemerintah tentunya memerlukan peran serta Investor swasta dalam rangka mewujudkan cita-cita yang terkandung dalam MP3EI.

Peran serta industri pasar modal dalam memfasilitasi kebutuhan tersebut tentunya patut disambut baik oleh para  pemangku kepentingan. Ketersediaan dana jangka panjang pada sektor perasuransian dan dana pensiun  akan dapat diinvestasikan melalui pasar modal untuk proyek-proyek infrastruktur yang berjangka panjang, sehingga terjadi keselarasan sinergi di antara para pemangku kepentingan. Inovasi dalam industri pasar modal sendiri tentunya turut menentukan peran sebagai fasilitator investasi, dengan perkembangan produk-produk seperti Reksa Dana PenyertaanTerbatas berbasis proyek infrastruktur, Dana Investasi Real Estat berbasis sarana infrastruktur seperti menara BTS dan pergudangan, maupun Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) berbasis pinjaman bank dari debitur infrastruktur.

Adapun demikian, inovasi di pasar modal tersebut memerlukan waktu juga antusiasme dari sektor perasuransian dan dana pensiun selaku calon pemodal utama. Untuk itu, dibutuhkan instrumen yang dapat memicu dana jangka panjang untuk mulai masuk ke pasar modal dan berinvestasi pada instrumen investasi di sektor infrastruktur yang tersedia atau dengan mudah tersedia saat ini.

Instrumen investasi di sektor infrastruktur yang dapat dengan mudah tersedia saat ini adalah saham-saham emiten yang menjalankan bidang usaha infrastruktur seperti: jaringan telekomunikasi [ [TLKM 3,830 -40 (-1,0%)], [ISAT 3,520 -90 (-2,5%)]], sarana transportasi [ [JSMR 4,950 -75 (-1,5%)], [META 210 0 (+0,0%)]], distribusi migas [ [PGAS 2,680 40 (+1,5%)], [ AKRA 0 0 (+0,0%)]]; beserta sektor penunjang infrastruktur seperti: konstruksi [ [ADHI 1,535 -30 (-1,9%)], [ PTPP 0 0 (+0,0%)], [WIKA 1,730 -35 (-2,0%)]], semen [ [SMGR 12,550 -375 (-2,9%)], [SMCB 2,000 -10 (-0,5%)]), dan alat berat [ [UNTR 27,800 1300 (+4,9%)]].

Saham-saham para emiten tersebut selain tersedia di Bursa Efek Indonesia juga aktif diperdagangkan setiap hari selama jam Bursa, sehingga Investor dapat membeli serta menjual sahamnya kapan pun selama jam Bursa atau dengan kata lain instrumen saham tersebut likuid.

Keuntungan bagi Investor yang berinvestasi melalui instrumen saham di Bursa Efek Indonesia adalah: 1) likuiditas, seperti yang telah dibahas, dan 2) pengawasan dari berbagai pihak. Terkait dengan keuntungan kedua di atas, pengawasan bukan berarti tidak akan terjadi risiko penurunan harga karena dicegah oleh pihak yang mengawasi. Namun, pengawasan yang dimaksud adalah dipenuhinya sejumlah persyaratan tertentu untuk menjadi perusahaan tercatat di Bursa Efek dan juga terjaganya kepatuhan (compliance) dari kewajiban-kewajiban lanjutan perusahaan tercatat, seperti melaporkan kondisi keuangan secara periodik kepada otoritas pasar modal dan kalangan umum.

Sampai dengan terwujudnya antusiasme dana jangka panjang untuk berpartisipasi langsung dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, maka langkah terbaik selanjutnya adalah menyediakan sarana investasi bagi dana jangka panjang untuk mulai masuk ke dalam sektor infrastruktur.

Hal  ini dapat dimulai dengan berinvestasi langsung pada saham-saham para emiten yang bergerak di sektor infrastruktur atau alternatif lainnya adalah berinvestasi pada Reksa Dana yang aset alokasinya ditempatkan pada saham-saham di sektor infrastruktur.

Yoga Prakasa, CFP® (yoga.prakasa@ipc.co.id)



[1]The archipelago economy: Unleashing Indonesia`s potential, McKinsey Global Institute: Sep 2012.

[2] Indonesia, A Story of Growth, Indonesia Stock Exchange: Sep 2012.

[3]McKinsey, ibid.

[4] Outlook InvestasiInfrastruktur 2014-2018, PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero): Sep 2013.

[5] MP3EI, KementerianKoordinatorBidangPerekonomian: 2011.

OTHER NEWS

copyright 2011 IPOTNEWS.com [Full Site]