Home | News & Opinion | Market Data  
Markets | Commodities

Tuesday, October 23, 2018 04:32 WIB

Minyak Relatif Stabil...Meski Saudi Berjanji Akan Tingkatkan Produksi

Ipotnews - Minyak berjangka sedikit berubah, Senin, setelah memangkas kerugian sebelumnya meski Arab Saudi berjanji untuk meningkatkan produksi ke rekor tinggi, dua pekan sebelum pemberlakuan sanksi Amerika yang berpotensi menekan pasokan Iran.

Menteri Energi Saudi, Khalid al-Falih, mengatakan kepada kantor berita Rusia, TASS, negaranya tidak berniat untuk melakukan embargo minyak seperti tahun 1973 terhadap konsumen Barat, tetapi lebih difokuskan pada peningkatan output guna mengkompensasi kerugian pasokan di tempat lain, seperti Iran.

Falih mengatakan Arab Saudi akan meningkatkan produksi menjadi 11 juta barel per hari (bph) dari 10,7 juta saat ini. Dia menambahkan Riyadh memiliki kapasitas untuk meningkatkan produksi hingga 12 juta bph.

"Harga minyak relatif seimbang dalam sesi perdagangan hari ini meski Saudi berjanji untuk meningkatkan produksi. Ini masih belum merupakan kesimpulan sebelumnya bahwa peningkatan produksi kerajaan itu akan cukup untuk mengkompensasi potensi hilangnya output dari Iran dan Venezuela," kata Abhishek Kumar, analis Interfax Energy di London.

Minyak mentah Brent untuk kontrak pengiriman Desember, patokan internasional, naik lima sen menjadi USD79,83 per barel, demikian laporan Reuters, di New York, Senin (22/10) atau Selasa (23/10) dini hari WIB.

Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), untuk kontrak pengiriman November, juga menguat lima sen untuk menetap di posisi USD69,17 per barel. Dalam sesi perdagangan intraday, WTI melorot jadi USD68,27 per barel, terendah sejak 14 September.

Sejumlah anggota parlemen Amerika, sementara itu, mendorong sanksi terhadap Arab Saudi atas pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi. Kerajaan itu, eksportir minyak terbesar dunia, berjanji akan membalas sanksi apa pun dengan "tindakan lebih besar."

"Keresahan Gedung Putih menyoroti keengganan Pemerintahan Trump untuk mengambil tindakan yang berarti terhadap Riyadh, hanya beberapa pekan sebelum sanksi Amerika mulai berlaku," ujar Fiona Cincotta, analis City Index.

"Ancaman terselubung menggunakan minyak sebagai senjata pada dasarnya mengikat tangan Amerika. Investor mencermati dan menunggu bab berikutnya sebelum memposisikan diri."

Sanksi Amerika terhadap sektor perminyakan Iran dimulai pada 4 November dan analis yakin pasokan hingga 1,5 juta bpd bisa berisiko.

Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC), Juni lalu, sepakat meningkatkan pasokan untuk menutupi gangguan yang diprediksi terhadap ekspor Iran.

Dokumen internal yang ditinjau Reuters menyebutkan OPEC sedang berjuang untuk menambah pasokan karena peningkatan pasokan Saudi diimbangi oleh penurunan di tempat lain, termasuk Iran dan Venezuela.

Di sisi lain, prospek permintaan tahun depan terlihat memburuk. OPEC memperkirakan permintaan minyak mentahnya akan jatuh ke rata-rata 31,8 juta bph pada 2019, dari rata-rata 32,8 juta bph tahun ini. (ef)

copyright 2011 IPOTNEWS.com [Full Site]