Home | News & Opinion | Market Data  
Markets | Commodities

Wednesday, October 24, 2018 04:51 WIB

Merespons Kejatuhan Pasar Saham Global, Minyak Anjlok Lima Persen

Ipotnews - Harga minyak anjlok sekitar lima persen, Selasa, ke posisi terendah dua bulan karena aksi jual di pasar ekuitas global menimbulkan kekhawatiran tentang pertumbuhan permintaan.

Selain itu, minyak juga tertekan setelah Arab Saudi mengatakan dapat memasok lebih banyak minyak mentah dengan cepat jika diperlukan, mengurangi kekhawatiran pasar menjelang sanksi Amerika terhadap Iran.

Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, merosot 4,3 persen, atau USD3,39, untuk menetap di posisi USD76,44 per barel setelah jatuh lima persen menjadi USD75,88, level terendah sejak 7 September, demikian laporan Reuters, di New York, Selasa (23/10) atau Rabu (24/10) dini hari WIB.

Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate, mengakhiri sesi di USD66,43 per barel, menyusut USD2,93, setelah jatuh 5,2 persen menjadi USD65,74, level terendah sejak 20 Agustus. Jika minyak mentah WTI turun di bawah USD65, tingkat psikologis penting, hal itu dapat memicu lebih lanjut technical selling, kata para pedagang.

Kedua kontrak itu mencatat persentase penurunan terbesar sejak Juli. Dalam perdagangan pasca-settlement, harga melanjutkan pelemahan karena data dari American Petroleum Institute (API) menunjukkan peningkatan besar dalam persediaan minyak mentah Amerika.

"Tingkat keparahan jatuhnya cukup mencolok, tetapi di dunia perdagangan saat ini kita memiliki hari seperti ini sangat sedikit. Sekarang kita harus wait and see apakah ini terus berputar di luar kendali," kata Gene McGillian, analis Tradition Energy di Stamford, Connecticut.

Minyak mengikuti aksi jual Wall Street di sesi awal, didorong kekhawatiran atas pertumbuhan laba dan ketakutan mengenai anggaran Italia yang memicu investor meninggalkan saham akhir-akhir ini. Indeks saham MSCI di seluruh dunia pada satu titik merosot lebih dari dua persen dan mencapai level terendahnya sejak September 2017.

"Kekhawatiran tentang apa yang terjadi di pasar saham dan ketakutan tentang pertumbuhan ekonomi telah merembes ke pasar minyak," ujar McGillian, menambahkan bahwa investor akan mencermati apakah peningkatan output Arab Saudi terwujud dengan cepat.

Menteri Energi Saudi, Khalid al-Falih, mengatakan dalam konferensi di Riyadh bahwa pasar minyak berada di "tempat yang baik" dan dia berharap produsen minyak akan menandatangani kesepakatan pada akhir tahun ini untuk memperluas kerja sama guna memantau dan menstabilkan pasar.

"Kami akan memutuskan apakah ada gangguan dari pasokan, terutama dengan berlakunya sanksi Iran," tutur Falih. "Kemudian kita akan melanjutkan dengan pola pikir yang kita miliki saat ini, yaitu untuk memenuhi permintaan guna memastikan pelanggan tetap puas."

Falih mengatakan dia tidak akan mengesampingkan kemungkinan Arab Saudi akan memproduksi antara 1 juta hingga 2 juta barel per hari (bph) lebih dari tingkat saat ini di masa mendatang.

Sanksi Amerika terhadap minyak Iran dimulai 4 November dan Washington mengatakan ingin menghentikan semua ekspor bahan bakar Teheran, tetapi produsen minyak lainnya memompa lebih banyak untuk mengisi kesenjangan pasokan.

Pasar minyak khawatir Arab Saudi mungkin akan mengurangi pasokan sebagai balasan atas potensi sanksi terkait pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi. Falih menegaskan tidak ada niat melakukan itu.

Analis energi Economist Intelligence Unit, Peter Kiernan, menilai langkah pemotongan pasokan akan merugikan Arab Saudi sendiri, karena akan berisiko kehilangan pangsa pasar ke eksportir lain, serta kehilangan reputasinya sebagai pemain yang stabil di pasar.

Analis UBS memperkirakan pertumbuhan permintaan minyak melambat menjadi 1,2 juta barel per hari pada 2019, dengan harga minyak yang lebih tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah, sedikit di atas rata-rata jangka panjang, menambahkan bahwa permintaan diperkirakan datar di negara-negara OECD, dengan China dan India terus mendorong pertumbuhan.

Di sisi lain, produksi minyak Rusia saat ini 150.000 bph lebih tinggi dari tingkat Oktober 2016, dasar untuk kesepakatan produksi minyak global, tutur kantor berita TASS mengutip pernyataan Menteri Energi Alexander Novak.

Impor minyak mentah Korea Selatan dari Iran jatuh ke titik nol pada September, data dari Korea National Oil Corp.

Namun, produksi minyak mentah Amerika melesat hampir sepertiga sejak pertengahan 2016, dan peningkatan itu dapat membantu mengimbangi hilangnya ekspor dari Iran.

Persediaan minyak mentah AS diperkirakan meningkat untuk minggu kelima berturut-turut pada pekan lalu, menurut jajak pendapat Reuters menjelang rilis data mingguan dari laporan Badan Informasi Energi (EIA), Rabu pagi waktu setempat.

Data dari API menunjukkan persediaan minyak mentah naik 9,9 juta barel pada pekan lalu menjadi 418,4 juta, dibandingkan ekspektasi analis untuk peningkatan 3,7 juta barel. (ef)

copyright 2011 IPOTNEWS.com [Full Site]