Home | News & Opinion | Market Data  
News & Opinions | Opinions

Friday, May 09, 2014 16:07 WIB

Imbal Hasil (Return) vs Risiko (Risk) Investasi

Saya yakin 100% bahwa secara harafiah masyarakat Indonesia mengetahui arti kata imbal hasil dan risiko. Dimana imbal hasil adalah suatu nilai imbalan dari hasil investasi kita, atau jawaban atas pertanyaan orang awam atas pertanyaan, "untung nya berapa?" untuk setiap rupaih dana yang diinvestasikan.

Tapi dalam kehidupan nyata, imbal hasil memiliki keterikatan yang erat dengan apa yang disebut risiko. Risiko muncul karena ketidakpastian. Adakah yang bisa menjamin bahwa di dalam kehidupan ada sesuatu yang pasti?

Dalam berbagai obrolan tentang investasi, saya seringkali mendengarkan opini mengenai imbal hasil seperti berikut;

- "Simpan dana investasi itu di rekening tabungan bank, pasti hasilnya naik 2% per tahun"

Nanti dulu…siapa bilang pasti 2% per tahun? Coba lihat dulu berapa tingkat suku bunga dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI)… katakanlah 4%. Lantas apa yang terjadi apabila pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan intervensi untuk menurunkan tingkat SBI menjadi 2%? Hampir bisa dipastikan bunga bank terhadap nasabahnya akan turun di bawah 2%.

Orang memang seringkali terpikat apabila ditawari imbal hasil yang pasti, apalagi dengan persentase yang besar. Tapi ingat, imbal hasil berbanding lurus dengan risiko, dan bahkan tingkat suku bunga pun tidak ada yang memberi jaminan kepastian. Adakah seseorang atau institusi yang menawarkan untuk menginvestasikan uang Anda dengan menjanjikan imbal hasil yang pasti?

- "Simpan uang di rekening tabungan bank, pasti hasilnya naik, gak ada risiko jumlah dana awalnya bakal turun?"

Opini tersebut tidak salah. Sejak generasi kakek-nenek kita, pola pikir masyarakat kita sudah terbiasa mendengar nasihat, "rajin menabung ya nak".

Tetapi sadarkah anda ?

Pertama, investasi di rekening tabungan tidak bebas dari risiko. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjamin dalam jumlah yang terbatas, dan tingkat bunga yang diberikan oleh bank bersangkutan harus di bawah suku bunga SBI. Kedua, yang pasti para penabung di rekening bank akan mengalami tingkat pertumbuhan dana yang lebih rendah dari tingkat inflasi. Artinya, seiring berjalannya waktu, daya beli uang kita yang tersimpan di rekening bank akan mengalami penurunan, karena bunga tabungan tidak akan pernah lebih besar dari tingkat inflasi.

Manakah yang anda pilih? Selamanya menjadi pecundang karena dana yang "diinvestasikan" di rekening tabungan terus menerus mengalami penurunan daya beli, atau mengambil sedikit risiko dan keluar sebagai pemenang ?

Kebanyakan masyarakat awam hanya melihat satu sisi. Selama jumlah dana awal yang diinvestasikan tidak berkurang dalam jangka panjang, maka dianggap sebagai bebas risiko. Faktor risiko di dalam manajemen risiko bukan hanya jumlah/nilai dana investasinya tidak berkurang, tetapi harus diperhatikan juga beberapa faktor berikut ini:

  1. Reputasi pemasok produk investasi
    Terkadang kita terlena dengan suatu produk investasi hanya karena produk investasi tersebut dijual atau ditawarkan oleh orang dekat atau dikenal baik. Selain reputasi penjual yang baik, Anda perlu lebih kritis untuk mencari tahu siapa pemasok produk tersebut.
  2. Badan pengawas
    Ketiadaan suatu badan pengawas umumnya terjadi dalam transaksi bilateral atau hanya melibatkan dua pihak.
  3. Transparansi
    Dengan ketiadaan suatu badan pengawas, seharusnya anda lebih kritis dan mewaspadai produk investasi yang tidak transparan. Anda perlu mempertanyakaan beberapa hal berikut; Bisakah Anda mengetahui harga pasaran dari produk investasi yang ditawarkan orang itu? Apakah Anda tahu sejarah di belakang produk investasi tersebut, dalam sengketa atau mempunyai sejarah manajemen usaha yang buruk ?
Akhir kata, "Imbal hasil memang selalu menjadi daya tarik bagi siapa pun, tetapi imbal hasil yang ditawarkan bukanlah hal utama atau satu-satunya alasan anda berinvestasi". Selamat berinvestasi untuk masa depan Anda.

Robin Reagan S.kom, CFP®

OTHER NEWS

copyright 2011 IPOTNEWS.com [Full Site]