Perlambatan Konsumsi Swasta, Investasi, dan Ekspor Diprediksi akan Hambat Pertumbuhan 2023
Wednesday, January 25, 2023       09:18 WIB

Ipotnews - PT Bank Negara Indonesia memprediksi perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,0% pada 2023, lebih tinggi dari rata-rata global sebesar 2,5%. Prakiraan pertumbuhan 2023 lebih rendah 20bps dibandingkan tahun 2022 karena perlambatan konsumsi swasta, investasi, dan ekspor.
Tekanan inflasi diperkirakan akan mereda dan segera kembali ke 3,75% setelah dampak kenaikan harga BBM pada September 2022 mereda lebih awal dari perkiraan.
"Namun, suku bunga kebijakan BI7 DRRR akan tetap tinggi untuk mendukung nilai tukar menyusul langkah The Fed untuk mempertahankan FFR pada level tinggi dalam waktu yang lama," tulis BNI dalam rilis presentasi laporan keuangan 2023, Selasa malam (24/1).
BNI menilai risiko resesi ekonomi cenderung tidak terlalu besar bagi mitra dagang utama Indonesia, yang berarti permintaan yang kuat untuk ekspor Indonesia. Meskipun harga komoditas utama baru-baru ini terkoreksi, harga tersebut masih relatif lebih tinggi daripada tingkat pra-pandemi.
"Kami yakin Indonesia akan menghasilkan surplus perdagangan pada tahun 2023, menghasilkan defisit transaksi berjalan (CAD) yang lebih terkendali. Kami yakin ketidakpastian dan volatilitas global akan membaik di tahun 2023," ungkap laporan tersebut.
Kondisi tersebut diyakini akan membawa nilai tukar Rupiah kembali mendekati fundamentalnya, berlawanan dengan depresiasi tahun 2022 yang lebih didorong oleh faktor sentimen di tengah volatilitas global.
BNI juga menilai, kombinasi dari pertumbuhan PDB yang tangguh, tekanan inflasi yang lebih rendah, tingkat suku bunga yang menarik, CAD yang dapat dikelola, dan penurunan volatilitas global kemungkinan akan mengurangi tekanan pada nilai tukar pada tahun 2023, dibandingkan dengan tahun 2022.
Tentang suku bunga acuan Bank Indonesia, BNI menulis,  policy rate  pada tahun 2022 mengalami peningkatan signifikan sebesar 200bps. Dimulai dengan suku bunga kebijakan sebesar 3,5%, yang telah dipertahankan selama 18 bulan berturut-turut sebelum dinaikkan pada 22 Agustus.
Secara total, BI menaikkan suku bunga kebijakan sebanyak lima kali selama tahun 2022: pada bulan Agustus (25 bps), September (50 bps), Oktober (50 bps), November (50 bps), dan Desember (25 bps).
Keputusan tersebut menandai beberapa hal, yaitu meningkatnya tekanan dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga BBM, kenaikan harga pangan global, serta tensi dan volatilitas tajam Rupiah pasca kenaikan Fed Fund Rate.
"Sampai saat ini, kami mengamati bahwa tekanan harga domestik sedang mereda dengan harga yang diperkirakan akan semakin turun. Meskipun inflasi di Indonesia rendah, kenaikan FFR memberikan tekanan yang signifikan bagi Rupiah," papar BNI dalam presentasinya.
The Fed tetap diperkirakan akan  hawkish  dan terus mengejar kenaikan suku bunga hingga 1H23. "Kami memperkirakan volatilitas Rupiah akan terus berlanjut mengingat prospek FFR. Kami yakin BI kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuan menjadi 5,75% di 1H23 dan akan mempertahankan suku bunga ini lebih lama hingga akhir tahun." (*)

Sumber : admin