Tiga Faktor Jadi Penekan Mata Uang Garuda Hari Ini
Wednesday, October 02, 2024       15:56 WIB

Ipotnews - Memanasnya situasi geopolitik di Timur Tengah setelah Iran menyerang Israel, perselisihan buruh pelabuhan di Amerika Serikat, dankontraksi aktivitas manufaktur Indonesia tiga bulan beruntun pada September 2024, menjadi faktor penekan yang melemahkan kurs rupiah terhadap dolar hari ini.
Mengutip data Bloomberg pada Rabu (2/10) pukul 15.00 WIB, kurs rupiah akhirnya ditutup di level Rp15.268 per dolar AS, melemah 62 poin atau 0,41% dibandingkan penutupan Selasa sore (1/10) di level Rp15.206 per dolar AS.
Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan bahwa indeks dolar AS menguat hari ini. "Kekhawatiran konflik di Timur Tengah dapat berubah menjadi perang yang lebih luas setelah Iran menembakkan rudal balistik ke Israel," kata Ibrahim dalam keterangan tertulis sore ini.
Iran menembakkan lebih dari 180 rudal balistik ke Israel pada hari Selasa. Serangan ini sebagai balasan atas invasi Israel terhadap sekutu Hizbullah Teheran di Lebanon.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji Iran akan membayar serangan rudalnya terhadap Israel. Di sisi lain Iran mengatakan setiap pembalasan akan ditanggapi dengan kehancuran besar.
"Situasi ini meningkatkan kekhawatiran pelaku pasar akan perang yang lebih luas," ujar Ibrahim.
Presiden AS Joe Biden menyatakan dukungan penuh AS untuk Israel, sekutu lamanya. Dewan Keamanan PBB menjadwalkan pertemuan di Timur Tengah.
Faktor kedua, pelaku pasar saat ini beralih ke data penggajian swasta AS yang akan dirilis pada hari Rabu. Pelaku pasar juga waspada terhadap perselisihan perburuhan di pelabuhan AS.
"Pekerja dermaga di Pantai Timur dan Gulf Coast memulai aksi mogok berskala besar pertama mereka dalam hampir 50 tahun pada hari Selasa, yang menghentikan arus sekitar setengah dari pengiriman laut negara itu," jelas Ibrahim.
Faktor ketiga, S&P Global melaporkan Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia masih terkontraksi di bawah 50 yakni berada di level 49,2 pada September 2024. Walaupun indeks aktivitas manufaktur tersebut mengalami peningkatan tipis dari bulan sebelumnya 48,9.
Ini menjadi sentimen negatif bagi rupiah. Menurut Ibrahin, lesunya kondisi manufaktur tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. Seperti China dan Australia yang juga masuk di zona kontraksi.
"PMI manufaktur negara-negara di kawasan Asia Tenggara juga ambruk ," ucap Ibrahim.
Masih lesunya sektor manufaktur RI disebabkan kondisi makro ekonomi global yang sedang lesu pada September. "Ini membuat perusahaan tentunya menanggapi dengan mengurangi aktivitas pembelian dan memilih menggunakan inventaris guna menjaga biaya serta efisiensi pengoperasian dengan sangat ketat," pungkas Ibrahim. (Adhitya)

Sumber : admin