Pasar Khawatirkan Risiko Perang Tarif Global, Minyak Anjlok Lebih dari 1%
Friday, March 14, 2025       03:40 WIB

Ipotnews - Harga minyak anjlok lebih dari 1%, Kamis, karena pasar mempertimbangkan kekhawatiran ekonomi makro, termasuk risiko perang tarif antara Amerika dan sejumlah negara yang dapat memukul permintaan global serta ketidakpastian yang berasal dari usulan AS untuk gencatan senjata Rusia-Ukraina.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup merosot USD1,07 atau 1,5%, menjadi USD69,88 per barel, demikian laporan  Reuters,  di Calgary, Kamis (13/3) atau Jumat (14/3) pagi WIB.
Sementara, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate, menyusut USD1,13 atau 1,7%, menjadi USD66,55 per barel.
Badan Energi Internasional melaporkan bahwa pasokan minyak global dapat melebihi permintaan sekitar 600.000 barel per hari tahun ini, dengan permintaan global sekarang diperkirakan naik hanya 1,03 juta barel per hari, turun dari estimasi bulan lalu sebesar 70.000 barel per hari.
Laporan tersebut mengutip kondisi ekonomi makro yang memburuk, termasuk meningkatnya ketegangan perdagangan.
Kamis, Presiden AS Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif sebesar 200% pada anggur, cognac, dan impor alkohol lainnya dari Eropa, yang membuka medan baru dalam perang dagang global dan memicu kekhawatiran investor tentang hambatan perdagangan yang lebih ketat di sekitar pasar konsumen terbesar di dunia itu.
Ketegangan perdagangan mengguncang kepercayaan investor, konsumen dan bisnis. Bursa Wall Street tumbang, menyeret turun sentimen pasar minyak meski fundamentalnya menguntungkan seperti data pemerintah yang menunjukkan persediaan minyak dan bahan bakar Amerika yang lebih ketat dari ekspektasi, ungkap Phil Flynn, analis Price Futures Group.
"Ini menciptakan dinamika tarik-ulur," kata Flynn. "Apakah kita fokus pada penawaran dan permintaan, yang masih terlihat cukup menguntungkan, atau apakah kita fokus pada tarif?"
Situasi tarif adalah faktor utama yang membebani persepsi pasar terhadap pertumbuhan permintaan minyak pada 2025, tutur Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates yang berbasis di Houston.
"Ekspektasinya adalah tarif dan tarif pembalasan pada akhirnya akan berdampak pada konsumen," ucap Lipow.
Kamis, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Moskow setuju dengan usulan Amerika untuk menghentikan pertempuran, tetapi gencatan senjata apa pun harus mengarah pada perdamaian abadi dan mengatasi akar penyebab konflik.
Pasar sedang mempertimbangkan potensi gencatan senjata jangka pendek antara Rusia dan Ukraina, meski analis UBS, Giovanni Staunovo, mengatakan dia "tetap skeptis" bahwa hal ini akan meningkatkan ketersediaan minyak Rusia.
Dengan komitmen Trump yang menegaskan minyak lebih murah, analis Citi mengatakan prospek mereka untuk Brent pada paruh kedua 2025 adalah USD60 per barel.
Rabu, Organisasi Negara Eksportir Minyak mengatakan Kazakhstan memimpin peningkatan besar dalam output minyak mentah Februari oleh OPEC +. Kelompok produsen tersebut berupaya untuk menegakkan kepatuhan terhadap target produksi yang disepakati, bahkan saat bermaksud untuk menghentikan pemotongan output.
Kekhawatiran tentang permintaan bahan bakar jet yang menurun semakin membebani pasar, dengan analis JP Morgan mengatakan data Badan Keamanan Transportasi AS memperlihatkan "volume penumpang untuk Maret melorot 5% (year-over-year), menyusul lalu lintas yang stagnan pada Februari".
Namun, analis JP Morgan menambahkan: "Pada 11 Maret, permintaan minyak global mencapai rata-rata 102,2 juta barel per hari, melonjak 1,7 juta barel per hari (year-over-year) dan melampaui peningkatan yang kami proyeksikan untuk bulan tersebut sebesar 60.000 barel per hari." (ef)

Sumber : Admin