Lumayan, Rupiah Lanjut Menguat 21 Poin Terhadap Dolar AS Setelah Risalah Fed Bernada Lunak
Thursday, November 24, 2022       16:09 WIB

Ipotnews - Kurs rupiah ditutup menguat lumayan terhadap dolar AS pada Kamis, setelah pelaku pasar berbesar hati Federal Reserve akan menaikkan suku bunga acuan lebih kecil pada Desember 2022.
Mengutip data Bloomberg, Kamis (24/11) pukul 15.00 WIB, kurs rupiah akhirnya ditutup pada level Rp15.665 per dolar AS, menguat 21 poin atau 0,14% apabila dibandingkan dengan posisi penutupan pasar spot Rabu sore kemarin (23/11) di level Rp15.686 per dolar AS.
Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan bahwa indeks dolar AS melemah pada hari Kamis karena investor memperkirakan laju kenaikan suku bunga acuan yang lebih lambat dari Federal Reserve. "Sehingga mendorong masuk pada aset berisiko," kata Ibrahim dalam keterangan tertulis, Kamis sore.
Pembacaan yang ditunggu-tunggu dari pertemuan Fed 1-2 November menunjukkan para pejabat sebagian besar puas bahwa mereka sekarang dapat bergerak dalam langkah-langkah yang lebih kecil. Bulan ini, The Fed telah menaikkan Fed Fund Rate 75 basis poin untuk keempat kalinya berturut-turut dalam upaya untuk menjinakkan inflasi yang sangat tinggi.
"Tetapi data harga konsumen AS yang sedikit lebih dingin dari perkiraan telah memicu harapan akan laju kenaikan yang lebih moderat. Harapan itu telah membuat indeks dolar merosot 5,1% pada November, menempatkannya di jalur pelemahan bulanan terburuk dalam 12 tahun terakhir," ujar Ibrahim.
Risalah the Fed tersebut juga menunjukkan perdebatan yang muncul di dalam Fed mengenai risiko bahwa pengetatan kebijakan moneter yang cepat dapat menimbulkan masalah pada pertumbuhan ekonomi dan stabilitas keuangan As. Pada saat yang sama, para pembuat kebijakan mengakui hanya ada sedikit kemajuan yang dapat dibuktikan pada inflasi dan bahwa suku bunga masih perlu dinaikkan.
Di sisi lain, meningkatnya kasus virus korona telah menyebabkan kota-kota China memberlakukan lebih banyak pembatasan mobilitad sosial. Langkah ini meningkatkan kekhawatiran investor tentang pertumbuhan ekonomi China. "Sehingga membatasi penguatan aset berisiko termasuk rupiah," tutup Ibrahim. (Adhitya)

Sumber : admin