Ketakutan Terbesar tentang Masalah Keuangan di Masa Pensiun  (Bagaimana Mengatasinya?)
Monday, September 02, 2024       15:36 WIB

Pada artikel kali ini kita akan membahas beberapa masalah yang umumnya menghantui mereka yang baru saja pensiun, serta bagaimana cara mengatasinya. Ketika seseorang mulai memasuki masa pensiun, ada banyak masalah yang akan dihadapinya, terutama adalah masalah keuangan dan masalah emosional (psikologis).
Masalah-masalah emosional (psikologis) muncul terutama karena seorang karyawan harus menyesuaikan diri dengan status barunya sebagai pensiunan. Masalah emosional ini sudah pernah kami bahas dalam artikel sebelumnya.
Masalah-masalah emosional pada masa pensiun terdiri dari (1) masalah komunitas ( community ), (2) masalah pertumbuhan ( growth ), (3) masalah kesehatan ( health ), dan (4) masalah memberi kembali ( giving back ) atau membalas budi. Masalah emosional yang dihadapi seorang pensiunan dapat dibaca di artikel sebelumnya yang berjudul  'Bagaimana Cara Menyesuaikan Diri dalam Tahap Emosional pada Masa Pensiun?' .
Masalah-masalah pensiun yang akan dibahas di sini khususnya adalah masalah keuangan. Masalah keuangan adalah masalah pokok yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh setiap pensiunan karena masalah keuangan merupakan fondasi untuk penyelesaian setiap masalah lain yang dihadapi seorang pensiunan. Masalah-masalah keuangan yang umumnya dihadapi oleh pensiunan (dan cara mengatasinya) adalah:
1. Dana Pensiun Anda Sudah Habis Terpakai
Kekhawatiran terbesar yang umumnya dihadapi oleh pensiunan adalah ketika mengetahui bahwa Dana Pensiunnya sudah habis, atau tinggal sedikit, atau tidak akan mencukupi untuk membiayai hidupnya dalam masa pensiun.
Penyebab dari Dana Pensiun yang sudah habis terpakai ini ada bermacam-macam, kami hanya akan membahas lima penyebab terbesarnya saja. Pertama, karena jumlah tabungan Dana Pensiun itu memang terlalu sedikit. Kedua, karena tabungan Dana Pensiun telah terpakai untuk melunasi pinjaman. Ketiga, karena Tabungan Dana Pensiun itu dipakai untuk kebutuhan darurat pada waktu pensiun, misalnya membayar biaya pengobatan, atau biaya renovasi rumah.
Keempat karena gaya hidup ( life style ) pada waktu pensiun yang terlalu tinggi sehingga Dana Pensiun ditarik terlalu besar, Kelima karena tabungan Dana Pensiun terpakai untuk membantu kerabat atau keluarga yang membutuhkan dana, dll.
Maka dari itu, sangatlah penting untuk memiliki tabungan Dana Pensiun pribadi di samping BPJS -TK. BPJS -TK adalah simpanan wajib dari pemerintah dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum pensiunan.
Tabungan Dana Pensiun pribadi merupakan tabungan untuk memberikan dana lebih yang dapat dipergunakan pada waktu pensiun nanti. Di samping memiliki tabungan Dana Pensiun yang cukup jumlahnya, seorang karyawan juga harus memiliki rencana penggunaan Dana Pensiun itu setelah pensiun.
2. Inflasi yang Melonjak Tinggi
Inflasi yang melonjak tinggi membuat daya beli uang yang tersimpan dalam tabungan Dana Pensiun berkurang banyak. Kondisi inflasi, bahkan pada situasi tertentu  hyper -inflasi, dihadapi oleh semua negara di dunia. Dana yang disimpan dalam BPJS -TK sepenuhnya berbentuk uang tunai atau harta tak berwujud ( intangible asset ) yang tidak akan luput dari serangan hantu inflasi.
Inflasi tidak kelihatan wujudnya tetapi inflasi menggerogoti daya beli dari uang yang kita simpan untuk dipergunakan pada masa pensiun. Untuk menangkal serangan hantu inflasi, penting sekali bagi kita untuk memiliki tabungan Dana Pensiun pribadi (bukan wajib) yang terdiversifikasi ke dalam berbagai aset atau harta, terutama harta riil seperti emas atau property (tanah dan bangunan). Harta riil bermanfaat karena harta riil tidak akan kehilangan daya belinya pada kondisi inflasi.
3. Biaya Pemeliharaan Kesehatan yang Semakin Mahal
Biaya pemeliharaan kesehatan yang semakin mahal, adalah kenyataan yang harus diterima setiap orang. Kenyataan yang tidak menyenangkan ini dapat sedikit ditangani jika pensiunan (dan keluarga terdekatnya) telah memiliki asuransi kesehatan.
Asuransi Kesehatan mungkin terasa mahal, terutama jika kita membeli asuransi kesehatan pada waktu usia kita sudah tergolong tua. Ini wajar, karena perusahaan asuransi adalah badan usaha yang juga berorientasi mencari keuntungan (profit). Bahkan salah satu berita yang saya baca hari ini berjudul perusahaan asuransi harus 'nombok Bayar Klaim'.
Perusahaan asuransi jiwa kini terpaksa 'menombok' pembayaran klaim asuransi kesehatan karena kenaikan inflasi biaya medis membawa defisit rasio antara klaim dengan premi asuransi yang terkumpul. Nilainya mencapai lebih dari 100%, tepatnya 105,7%. Artinya apa? Bahkan institusi-institusi besar seperti perusahaan-perusahaan asuransi jiwa, bisa salah memperhitungkan kenaikan biaya-biaya perawatan kesehatan.
Maka tentu tidaklah mengherankan kalau banyak individu yang mengkhawatirkan kenaikan biaya-biaya perawatan kesehatan ini. Individu yang paling terpukul tentu saja adalah mereka yang tidak memiliki polis asuransi kesehatan.
4. Kejatuhan di Pasar Modal
Jika pensiunan menaruh simpanan tabungan Dana Pensiunnya semua dalam bentuk saham dan obligasi di pasar modal, maka kejatuhan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) akan membawa dampak buruk pada nilai investasinya. Mungkin ada ang ingat, pada sekitar Mei 1998, IHSG jatuh sangat dalam. Pada saat itu, pasar modal Indonesia benar-benar rontok ( crash ), baik harga saham-saham dalam IHSG maupun harga obligasi yang diterbitkan oleh emiten dalam negeri.
Kondisi pasar modal yang 'rontok' ini mungkin sangat jarang terjadi, tetapi bukan sesuatu yang mustahil akan terjadi lagi. Hanya saja, kita tidak tahu kapan krisis moneter akan terjadi kembali. Untuk menangkal krisis meneter ini kita bisa saja berinvestasi dalam valuta asing (jika kita memiliki cukup uang).
Tetapi, saya sendiri berpendapat bahwa berinvestasi dalam valas tidak mencerminkan jiwa nasionalis. Kita mungkin cukuplah untuk berinvestasi sebagian Dana Pensiun kita dalam bentuk emas batangan atau pun perhiasan.
5. Salah Manajemen Keuangan
Kesalahan manajemen keuangan ada bermacam-macam bentuknya. Umumnya kesalahan terjadi karena kurangnya literasi keuangan yang dimiliki seseorang. Kita mungkin memiliki latar belakang pendidikan teknik, atau ilmu hukum yang tidak ada kaitannya dengan manajemen keuangan. Tetapi, kita juga tidak boleh terlalu awam terhadap masalah manajemen keuangan ini.
Kesalahan utama yang sering dibuat orang adalah menganggap bahwa investasi dalam saham adalah judi yang harus dihindari. Kesalahan berikutnya adalah hanya berinvestasi pada satu macam instrumen saja. Misalnya seluruhnya pada instrumen saham saja, atau pada instrumen obligasi saja, atau pada instrumen pasar uang saja.
Kesalahan berikutnya adalah berinvestasi hanya pada satu kelas aset saja, misalnya seluruhnya pada kelas aset keuangan saja (aset tidak berwujud, atau aset keuangan, atau  intangible assets ). Investasi dalam aset keuangan memang penting dan berguna, tetapi investasi dalam aset keuangan saja tidak akan bisa menangani semua resiko yang mungkin terjadi dalam jangka waktu tang sangat panjang, seperti halnya dengan perencanaan pensiun (jangka waktu sampai dengan 35 tahun sejak mulai bekerja hingga pensiun, dan kemudian sekitar 20 tahun sampai dengan 25 tahun setelah pensiun hingga selamanya menutup mata).
Ketika kita telah mulai mampu mengumpulkan uang lebih, investasi kita pun sebaiknya mulai didiversifikasi ke dalam aset non keuangan dan aset berwujud seperti emas dan properti (tanah dan bangunan).
Jangan beranggapan bahwa setiap investasi kita harus segera menuai keuntungan dalam waktu dekat. Terkadang investasi kita terlihat tidak menguntungkan, tetapi sebenarnya investasi kita itu memberikan proteksi terhadap resiko-resiko yang belum terjadi. Hal terpenting di sini adalah meningkatkan literasi keuangan yang kita miliki sehingga kita lebih memahami lingkungan di mana kita berinvestasi.
6. Masih Memiliki Banyak Utang
Kekhawatiran terakhir bagi orang yang telah memasuki masa pensiun adalah jika ia ternyata masih memiliki banyak utang. Sebagai perencana keuangan, kami hanya dapat mengijinkan Anda untuk memiliki utang jangka pendek saja. Utang jangka pendek ini adalah utang yang berjangka waktu kurang dari satu tahun. Misalnya utang kartu kredit yang harus dilunasi penuh pada setiap tanggal penagihan. Kartu kredit ini harus dipandang sebagai sarana untuk mempermudah transaksi, bukan sebagai sarana untuk berutang.
Untuk utang jangka panjang, misalnya KPR (Kredit Perumahan Rakyat), biasanya pihak bank sebagai kreditur telah membatasi jangka waktu kredit supaya tidak lebih panjang dari masa aktif bekerja karyawan yang menjadi debitur. Jadi tidak ada kekhawatiran atas utang jangka panjang dari bank.
Persoalan justru muncul dari lembaga keuangan non-bank yang tidak menerapkan kebijaksanaan pembatasan jangka waktu kredit mengikuti batas usia pensiun karyawan. Misalnya adalah utang KKB (Kredit Kendaraan Bermotor) dari perusahaan pembiayaan atau perusahaan leasing. Di sini diperlukan kebijaksanaan konsumen untuk sedapat mungkin tidak berutang lagi setelah pensiun. Masa pensiun seharusnya menjadi masa di mana kita bisa hidup relaks dan tenang, bukan saja dari perlombaan karir ( rat race ) di kantor, tetapi juga dari tuntutan melunasi utang-utang yang ada.
 Oleh: Fredy Sumendap, CFA 

Sumber : IPS