Aktivitas Sebagian Besar Pabrikan Asia Berekspansi bahkan saat China Melambat
Thursday, August 01, 2024       15:21 WIB

Ipotnews - Aktivitas sektor manufaktur di sebagian besar Asia terus berkembang pada bulan Juli, didukung oleh peningkatan pesanan baru, bahkan ketika sektor lain mengalami pemburukan operasional.
Pabrik-pabrik di sebagian besar Asia Utara, yang mencatatkan pertumbuhan ekspor yang lebih baik dari perkiraan, tetap berada dalam area ekspansi.
Data S&P Global menunjukkan indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur untuk Taiwan mencapai 52,9 bulan lalu, dari 53,2 pada bulan Juni. Korea Selatan membukukan PMI manufaktur pada 51,4 dari 52. Sementara itu, menurut hasil survei au Jibun Bank, PMI manufaktur Jepang merosot ke area kontraksi di 49,1 dari 50 bulan sebelumnya.
"Data PMI bulan Juli mengisyaratkan bahwa sektor manufaktur Korea Selatan melihat peningkatan berkelanjutan dalam operasionalnya," kata Usamah Bhatti, ekonom di S&P Global Market Intelligence. "Baik output maupun volume pesanan baru meningkat, meski pada tingkat yang lebih rendah," imbuhnya, seperti dikutip Bloomberg, Kamis (1/8).
Won Korea menguat ke level terkuatnya sejak 13 Juni, tetapi kehilangan sebagian kenaikan tersebut setelah rilis data tersebut.
Di wilayah selatan Asia, indeks aktivitas manufaktur Vietnam, Thailand, dan Filipina tetap berada di atas level 50. Namun aktivitas sektor manufaktur Indonesia jatuh ke area kontraksi. PMI manufatur Malaysia menyusut lebih jauh menjadi 49,7 dari 49,9 pada Juni lalu.
Gambaran aktivitas pabrik yang tidak merata ini sebanding dengan pelemahan yang terus berlanjut di China. Indeks manajer pembelian manufaktur resmi China, yang dirilis Rabu kemarin, menunjukkan aktivitas pabrik menyusut selama tiga bulan berturut-turut.
PMI manufaktur Juli mencapai 49,4 dari 49,5 pada Juni lalu, indeks aktivitas nonmanufaktur China, untuk sektor konstruksi dan jasa juga turun menjadi 50,2, di bawah perkiraan median 50,3.
Pejabat China mengaitkan penurunan tersebut dengan musim sepi produksi serta permintaan pasar yang tidak mencukupi yang umum terjadi pada bulan Juli, ditambah lagi dengan kondisi cuaca ekstrem di beberapa daerah.
Peruntungan yang tidak menentu di Asia kemungkinan akan terus berlanjut, setelah pemberlakuan aturan perdagangan baru di AS yang berupaya menghentikan ekspor peralatan manufaktur semikonduktor dari beberapa negara asing ke produsen chip China. Namun Reuters melaporkan, AS akan mengecualikan pengiriman produk serupa dari sekutunya, termasuk Jepang dan Korea Selatan.
Meningkatnya ketegangan geopolitik setelah terbunuhnya pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh juga menimbulkan risiko terhadap prospek ekonoi global. Harga minyak melonjak di atas USD80 per barel karena para pedagang menilai adanya risiko eskalasi konflik, dan kemungkinan lebih banyak serangan terhadap kapal-kapal yang berlayar melalui Laut Merah, sehingga memengaruhi produksi dan ekspor. (Bloomberg)

Sumber : admin