Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS Hari Ini, Kamis 25 September 2025
Thursday, September 25, 2025       15:44 WIB

JAKARTA, investor.id- Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup terpuruk pada Kamis (25/9/2025). Pelemahan ini karena tertekan sikap Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewayang tidak akan mendukung rencana penerapan kembali program pengampunan pajak atau tax amnesty.
Rupiah hari ini ditutup terpangkas sebesar 64 poin (0,38%) ke level Rp 16.749. Sedangkan indeks dolar terlihat stabil di 97,87. Nilai tukar rupiah ke dolar AS sempat ditutup menguat tipis sebesar 3 poin (0,02%) ke level Rp 16.684,5 pada Rabu (24/9/2025).
Pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi mengatakan,Pemerintah berencana kembali menerapkan pengampunan pajak atau tax amnesty jilid 3. Komisi XI DPR juga memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengampunan Pajak dalam daftar Prolegnas 2026. Pemerintah telah mengeluarkan dua kali kebijakan tax amnesty, yaitu jilid 1 pada 2017 dan jilid 2 pada 2022.
"Tax amnesty dilakukan untuk mendapatkan dan cash dari para pengengplang pajak, yang hampir semua di lakukan oleh kalangan atas/pengusaha kakap, yang bertujuan untuk menambah dana cash negara dan tax amnnesty ini di respon oleh pasar," tulis Ibrahim, Kamis (25/9/2025).
Namun, lanjut Ibrahim, Menkeu saat ini menegaskan tidak akan mendukung rencana penerapan kembali program pengampunan pajak atau tax amnesty. Ia khawatir jika tax amnesty kembali dijalankan, wajib pajak justru akan memanfaatkan celah tersebut.
Menurut Ibrahim, tax amnesty berpotensi merusak kredibilitas pemerintah dalam penegakan pajak. Pesan yang ditangkap dari pelaksanaan tax amnesty berulang-ulang bisa keliru. Wajib pajak akan berpikir praktik penghindaran pajak akan terus ditoleransi karena akan ada kesempatan baru untuk pemutihan kewajiban.
Ibrahim menilai, pemerintah akan berfokus pada upaya memperkuat kepatuhan dan memperluas basis pajak melalui pertumbuhan ekonomi yang sehat. Dengan cara itu, penerimaan negara bisa meningkat tanpa harus memberi kelonggaran yang berulang-ulang.
Sentimen Eksternal
Sedangkan sentimen eksternal, Ibrahim mengatakan, ketegangan geopolitik di Eropa kembali memanas, setelah Presiden AS Donald Trump pada hari Selasa menyampaikan nada yang lebih agresif terhadap Rusia dalam pidatonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ia memperingatkan negara-negara Eropa agar tidak terus membeli minyak Rusia dan mengatakan Washington sedang mempertimbangkan sanksi baru yang dapat menargetkan aliran energi.
"Meskipun belum ada langkah segera yang diumumkan, retorika tersebut meningkatkan risiko geopolitik di pasar, dengan kekhawatiran bahwa sanksi yang lebih keras dapat mengganggu ekspor Rusia atau memicu tindakan balasan pasokan," papar Ibrahim.
Di sisi lain, lanjut dia, Ukraina telah meningkatkan serangan pesawat nirawak terhadap infrastruktur energi Rusia dalam beberapa minggu terakhir, menargetkan kilang minyak dan terminal ekspor untuk mengurangi pendapatan ekspor Moskow, dan Rusia mengalami kekurangan bahan bakar jenis tertentu dengan kemungkinan pembatasan ekspor bahan bakar jika diperlukan.
Sementara itu, Ketua The Fed Jerome Powell, yang berbicara di Washington pada hari Selasa, tetap berpegang pada prinsipnya yang biasa, menekankan bahwa kebijakan moneter tetap 'bergantung pada data' dan bahwa 'tidak ada jalur yang telah ditetapkan' untuk keputusan suku bunga di masa mendatang.
Powell mengakui, keseimbangan risiko telah bergeser, dengan ancaman penurunan terhadap lapangan kerja meningkat, tetapi memperingatkan bahwa pelonggaran yang terlalu agresif dapat "membuat inflasi naik kembali."
Ke depannya, Ibrahim mengatakan, mandat ganda Fed menghadirkan keseimbangan yang rumit, meskipun kecenderungannya semakin mengarah pada perlindungan pasar tenaga kerja. Kemajuan menuju target inflasi 2% tampaknya tersendat, tetapi risiko kenaikan harga belum terwujud.
Dengan kebijakan yang masih ketat dalam wilayah restriktif, mempertahankan suku bunga terlalu lama berisiko menimbulkan dampak yang tidak perlu pada lapangan kerja, menunjukkan bahwa bias The Fed cenderung dovish meskipun dalam pergerakan yang hati-hati.
"Untuk perdagangan Jumat (26/9/2025), nilai tukar rupiah bakal fluktuatif.Namun, rupiah ditutup melemah direntang Rp. 16.740 - 16.810," tutupIbrahim.

Sumber : investor.id