- Rupiah berpotensi tertekan karena peluang penurunan imbal hasil SBN, seiring BI lebih aktif intervensi di pasar obligasi dibanding valas.
- Jumlah uang beredar (M2) Agustus tumbuh 7,6% yoy, tertinggi dalam 13 bulan, sementara M1 melonjak 10,5% yoy, didorong kenaikan giro rupiah dan uang kartal.
- Injeksi likuiditas pemerintah Rp200 triliun di September diperkirakan mendorong pertumbuhan M2 mendekati 10% yoy, menekan imbal hasil SBN lebih lanjut tetapi memperbesar tekanan depresiasi rupiah.
Ipotnews - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan masih tertekan dalam waktu dekat, seiring peluang penurunan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN).
Kondisi ini terjadi di tengah melimpahnya likuiditas di sistem keuangan domestik. Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto, mengatakan Bank Indonesia saat ini lebih aktif melakukan intervensi di pasar obligasi dibandingkan di pasar valas.
"BI lebih banyak melakukan intervensi di SBN untuk menjaga agar suku bunga tetap rendah, sejalan dengan perbaikan likuiditas di sistem keuangan Indonesia," kata Rully dalam publikasi risetnya, Kamis (25/9).
Pada perdagangan Rabu (24/9), rupiah melemah ke Rp16.676 per dolar Amerika Serikat (AS), posisi terendah sejak April 2025. Di saat yang sama, Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG ) justru menguat hingga kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Sementara imbal hasil SBN hanya naik tipis ke level 6,38%.
Dari sisi moneter, jumlah uang beredar (JUB) menunjukkan tren percepatan. Pada Agustus 2025, jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) tumbuh 7,6% year on year (yoy), menjadi yang tertinggi dalam 13 bulan terakhir. Sementara itu, uang beredar dalam arti sempit (M1) tumbuh 10,5% yoy, didorong lonjakan giro rupiah dan uang kartal masing-masing 17,9% yoy dan 13,4% yoy.
Namun, menurut Rully, akselerasi M2 di Agustus belum mencerminkan dampak injeksi likuiditas pemerintah sebesar Rp200 triliun, yang baru dilakukan pada September dengan menempatkan dana pada instrumen deposit on call di bank-bank Himbara. "Dengan injeksi yang sangat besar tersebut, kami memperkirakan pertumbuhan M2 pada September bisa mendekati 10% yoy," ujar Rully.
Ia menambahkan, melimpahnya likuiditas berpotensi menekan lebih lanjut imbal hasil SBN. "Namun di sisi lain, kondisi ini juga dapat memperbesar tekanan depresiasi terhadap rupiah," jelas Rully.
(Adhitya/AI)
Sumber : admin