Pelemahan Dolar AS Dorong Nilai Tukar di Asia, Bank Sentral Bergerak Cepat Redam Kenaikan Tajam
Monday, May 05, 2025       08:31 WIB

Ipotnews - Gelombang pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) memicu gejolak besar di pasar valuta asing Asia. Sejumlah mata uang regional menguat tajam, memaksa bank-bank sentral di kawasan ini untuk melakukan intervensi demi meredam volatilitas dan melindungi stabilitas nilai tukar.
Pada Jumat (2 Mei), Otoritas Moneter Hong Kong ( HKMA ) mencatat rekor intervensi terbesar dalam sejarah dengan menjual HK$46,5 miliar guna menjaga nilai tukar dolar Hong Kong agar tidak menembus batas kuatnya, yakni 7,75 terhadap dolar AS. Di Taiwan, bank sentral juga masuk ke pasar setelah dolar Taiwan melesat 3%, penguatan harian terbesar sejak 1988.
Mata uang regional lainnya seperti yuan lepas pantai (offshore yuan) menguat ke level tertinggi sejak November, sementara won Korea Selatan, ringgit Malaysia, dan baht Thailand masing-masing melonjak lebih dari 1%.
Kondisi ini mencerminkan bagaimana pelemahan dolar AS, yang didorong oleh kekhawatiran terhadap resesi dan ketidakpastian kebijakan tarif Presiden Donald Trump, menyebabkan pergeseran besar dalam arus modal global. Para investor dan spekulan kini menunjukkan minat rendah terhadap aset berbasis dolar, dengan posisi bearish terhadap mata uang tersebut menyentuh level tertinggi sejak September lalu.
"Sell America", Beli Asia
Lonjakan mata uang Asia tak lepas dari strategi investor yang mengalihkan dana dari aset AS ke kawasan Asia, baik sebagai bentuk repatriasi maupun sebagai alternatif investasi. Meski ketegangan dagang antara Washington dan Beijing mulai mencair, minat terhadap dolar tetap lemah.
"Pelemahan dolar AS adalah jalan alami dari ketegangan dagang ini," ujar Brad Bechtel, Kepala Global FX di Jefferies. "Memperbesar posisi terhadap mata uang Asia bisa jadi strategi masuk akal."
Indeks Bloomberg untuk mata uang Asia melonjak tertinggi sejak 2022, dan indikator imbal hasil valuta asing pasar negara berkembang mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.
Di Taiwan, penguatan tajam didorong oleh masuknya dana asing ke pasar saham, seiring ekspektasi kuat terhadap permintaan semikonduktor dari perusahaan AS. Para eksportir domestik juga mulai menjual cadangan dolar mereka, mempercepat penguatan mata uang lokal.
Tren serupa terjadi di Tiongkok, di mana eksportir mulai meninggalkan kebiasaan menyimpan dolar dan lebih memilih yuan. "Risiko resesi dan potensi penurunan suku bunga di AS membuat menyimpan deposito dolar menjadi kurang menarik," tulis analis Goldman Sachs dalam catatannya.
Dampak Campuran bagi Ekonomi Asia
Penguatan mata uang bisa berdampak ganda: menguntungkan karena impor menjadi lebih murah dan menarik dana asing, namun merugikan karena menekan daya saing ekspor.
Di Hong Kong, penguatan dolar lokal mencapai batas maksimum yang diperbolehkan dalam sistem kaitannya terhadap dolar AS, memaksa intervensi agresif dari bank sentral.
Sementara itu, China masih libur pasar dan baru akan kembali beroperasi pada Selasa. Namun, penguatan yuan di pasar lepas pantai menunjukkan antisipasi arah positif dari investor terhadap hubungan dagang China-AS, setelah Beijing menyatakan terbuka untuk melanjutkan pembicaraan.
Meskipun data tenaga kerja AS pekan lalu menunjukkan angka yang lebih baik dari perkiraan, banyak analis menilai kekhawatiran atas dolar belum mereda.
"Kami tetap bearish terhadap dolar AS," tulis Morgan Stanley dalam laporan strateginya. "Investor terus melakukan lindung nilai terhadap eksposur AS, dan kami optimistis terhadap euro dan yen."(Bloomberg)

Sumber : admin