Ipotnews - Bursa saham Indonesia mengakhiri sesi perdagangan pekan ketiga Juni 2025, Jumat (20/6) dengan mencatatkan kemerosotan IHSG sebesar 0,88% ke level 6.907. Jika dibanding penutupan akhir pekan sebelumnya di posisi 7.166, IHSG ambles hampir 260 poin. Investor asing membukukan arus keluar ekuitas senilai USD109 juta sepanjang pekan.
Weekly Commentary PT Ashmore Asset Management Indonesia mencatat beberapa peristiwa penting sepanjang pekan, antara lain:

Apa yang terjadi selama minggu lalu?
Ashmore mencatat, penurunan IHSG sepanjang pekan ini dipimpin oleh penurunan tajam sektor Bahan Baku dan Konsumen Non-Siklus masing-masing sebesar -5,69% dan -3,72%. Kinerja terbaik minggu ini dicatatkan oleh harga CPO (+5,90%) dan harga Minyak Mentah (+3,95%) seiring dengan terus berlanjutnya ancaman terhadap rantai pasok akibat konflik di Timur Tengah yang memberikan tekanan inflasi. Di sisi lain, terdapat koreksi pada Indeks LQ45 (-4,60%) dan Indeks IDX30 (-4,51%).
Pekan ini, rilis data penjualan ritel AS menunjukkan penurunan terbesar dalam empat bulan. Data ini lebih buruk dari konsensus dan merupakan kontraksi bulan kedua berturut-turut setelah penurunan 0,1% bulan lalu. Sementara itu, The Fed mempertahankan suku bunga sesuai ekspektasi karena ketidakpastian signifikan masih membayangi ekonomi AS terkait kebijakan serta ketegangan situasi geopolitik.
Di Eropa, Jerman mencatat lonjakan indikator sentimen ekonominya, mencapai level tertinggi sejak puncak terakhir pada bulan Maret dan jauh lebih baik dari konsensus. Optimisme terutama didorong oleh program fiskal yang lebih kuat dari pemerintahan baru Jerman. Bank of England mempertahankan suku bunga seperti yang diharapkan dengan pertimbangan utama terhadap dampak inflasi akibat kebijakan tarif dari AS serta konflik di Timur Tengah.
Sedangkan di Asia, Bank of Japan mempertahankan suku bunga tetap pada level tertinggi sejak 2008 seperti yang diantisipasi pasar, menunjukkan sikap hati-hati di tengah ketidakpastian tarif dan konflik geopolitik saat ini. Data inflasi utama tahunan Jepang terus menunjukkan penurunan secara bertahap, namun inflasi inti naik lebih tinggi dari ekspektasi; mendukung ekspektasi investor bahwa BoJ akan semakin mengetatkan kebijakan moneternya. Bank Indonesia juga mempertahankan suku bunga sesuai ekspektasi. Pertumbuhan kredit melambat, dengan laju terendah sejak Juni 2023.
Suku bunga tetap, tapi pemangkasan masih berlanjut
Ahmore menyoroti keputusan beberapa bank sentral utama (The Fed, Bank of England, Bank of Japan, dan Bank Indonesia) sepanjang pekan ini. Bank-bank sentral itu, telah memutuskan mempertahankan suku bunga sesuai ekspektasi, dengan alasan serupa yang mengarah pada situasi dengan ketidakpastian yang meningkat.
Menurut Ashmore, hal ini terutama berasal dari ketidakpastian kebijakan di AS terkait dampak tarif yang masih berubah-ubah dan tertunda-tunda, serta tekanan inflasi yang berasal dari konflik terbaru antara Israel dan Iran yang mempengaruhi harga energi global. "Dengan faktor-faktor ini sebagai alasan utama, bank sentral utama memutuskan untuk mengambil pendekatan wait-and-see demi kejelasan lebih lanjut," tulis Ashmore.
Sementara itu, konflik di Timur Tengah terus berlanjut dan mendorong harga komoditas energi naik lebih tinggi pada pekan ini, dengan risiko eskalasi maupun de-eskalasi. Presiden AS terus mendorong solusi diplomatik, namun ia masih ingin melihat bagaimana Israel dan Iran akan melangkah ke depan, khususnya bagaimana respons Iran setelah pernyataan Trump mengenai kemungkinan keterlibatan AS.
"Volatilitas global kemungkinan akan tetap tinggi dalam jangka pendek di mana investor akan mencari aset likuid berkualitas tinggi serta lindung nilai terhadap inflasi. Namun, meskipun terdapat ketidakpastian tinggi, terlihat bahwa investor tidak mengambil langkah drastis," ungkap Ashmore.
Ashmore juga melihat imbal hasil US Treasuries tetap tinggi dan belum menurun seperti yang biasanya terjadi ketika investor berpindah ke instrumen ini. Harga emas mencapai puncaknya pada hari Jumat lalu setelah kabar konflik Timur Tengah, namun harga secara bertahap turun minggu ini ke level USD3.350, turun sekitar USD100 dari puncaknya.
"Oleh karena itu, investor memperkirakan adanya jeda sementara dalam jangka pendek, namun arah pergerakan keseluruhan akan segera terlihat," sebut Ashmore.
Sementara itu, pasar memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak 2 kali pada tahun 2025 dengan pemangkasan pertama sepenuhnya diperkirakan terjadi pada bulan Oktober. Bank Indonesia juga melakukan jeda sementara, namun masih terdapat kemungkinan besar untuk lebih banyak pemangkasan tahun ini.
Data inflasi terbaru tetap berada di ujung bawah dari kisaran target, sementara nilai tukar rupiah relatif stabil di kisaran level 16.385 meskipun terjadi ketidakpastian global. Investor memperkirakan BI akan memangkas suku bunga sekitar dua kali untuk sisa tahun ini dengan tujuan mendukung perekonomian domestik karena kondisi mendukung keputusan tersebut.
Secara keseluruhan, Ashmore percaya bahwa saham dan obligasi Indonesia akan tetap tangguh dalam kondisi saat ini. "Indonesia merupakan eksportir bersih komoditas yang mengalami tekanan harga ke atas, sehingga berpotensi menjadi penerima manfaat dari siklus naik saat ini dalam jangka menengah," papar Ahmore.
Meskipun koreksi IHSG baru-baru ini bertepatan dengan rebalancing Indeks FTSE yang memicu outflow bersih, namun Ashmore percaya koreksi ini cenderung bersifat sementara dan memberikan peluang yang baik bagi investor untuk membeli di saat harga sedang lemah. "Dengan imbal hasil obligasi yang terus menurun secara stabil, kami melihat potensi return yang lebih optimal pada instrumen berdurasi panjang."
Ashmore kembali merekomendasikan diversifikasi di tengah ketidakpastian yang tinggi dengan merekomendasikan ASDN yang overweight pada komoditas sebagai lindung nilai inflasi, serta ADON dan ADUN yang berinvestasi pada obligasi pemerintah berdurasi panjang. (Ashmore)

Sumber : Admin