BI Klaim Perbankan RI Sanggup Hadapi Gejolak Ekonomi
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menilai industri perbankan Indonesia sangat kuat menghadapi gejolak ekonomi yang terjadi seperti perlambatan ekonomi, kenaikan suku bunga dan depresiasi nilai tukar Rupiah.
Hal tersebut disampaikan Gubernur BI Agus Martowardojo saat menyampaiakan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan BI, di Gedung BI, Jakarta, Selasa (8/10/2013).
Agus mengatakan penilaian tersebut didapatkan berdasarkan hasil stress testing pada sisi likuiditas, kredit dan permodalan.
"Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga dengan dukungan ketahanan industri perbankan yang tetap solid ditengah berbagai tekanan dimana rasio kecukupan modal (CAR) tetap tinggi mencapai 17,89 persen dan rasio kredit bermasalah (NPL) tetap terjaga rendah sebesar 1,99 persen pada bulan Agustus," jelas Agus.
Dalam kesempatan yang sama Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah menjelaskan, bahwa likuiditas perbankan mulai mengalami perbaikan karena rekening Pemerintah sudah mulai ekspansif meski sebelumnya likuiditas perbankan menurun drastis.
"Perbaikan ini akan berlanjut ke akhir tahun. Oleh karena itu, pasokan antar bank sudah lebih likuid," ujar Halim.
Menurut Halim, membaiknya likuiditas perbankan Indonesia karena kenaikan suku bunga dan yield obligasi sehingga ada arus masuk valuta asing (inflow) dan kenaikan Dana Pihak ketiga (DPK) yang mengakibatkan likuiditas dalam sistem perbankan kita akan naik.
"Sampai akhir tahun akan akan sedikit naik," tambahnya.
Lebih lanjut, Halim mengungkapkan, secara umum kondisi likuiditas bank-bank kecil lebih tinggi dari bank besar.
"Selama ini kita lihat perbankan besar bereaksi dengan menaikan suku bunga depositonya terutama bank-bank kelas menengah sehingga suku bunga deposito bank-bank menengah sudah hampir mirip yang di tawarkan bank kecil. Ini menunjukan memang kondisi likuditas bank kecil sejak awal dalam kondisi yang bagus," tukas Halim.
