Wall Street Tumbang Jelang Keputusan The Fed, Dow Kehilangan Lebih dari 300 Poin
Wednesday, September 21, 2022       04:36 WIB

Ipotnews - Wall Street berakhir di zona merah, Selasa, menjelang pertemuan Federal Reserve yang diperkirakan memutuskan kenaikan suku bunga besar lainnya membawa bukti lebih lanjut tentang dampak pada perusahaan dari inflasi yang ingin dijinakkan oleh bank sentral AS itu.
Indeks acuan S&P 500 merosot 19,1% sepanjang tahun ini karena investor khawatir langkah-langkah pengetatan kebijakan yang agresif oleh The Fed dapat menyebabkan ekonomi Amerika Serikat mengalami resesi, demikian laporan  Reuters,  di New York, Selasa (20/9) atau Rabu (21/9) pagi WIB.
S&P 500 ditutup untuk sesi ketiga berturut-turut di bawah 3.900 poin - level yang dianggap oleh analis teknikal sebagai level support yang kuat bagi indeks berbasis luas itu - karena prospek mengerikan minggu lalu dari perusahaan pengiriman FedEx Corp digemakan kembali, kali ini oleh pabrikan otomotif Ford Motor Co.
Saham Ford anjlok 12,3%, penurunan satu hari terbesar sejak 2011, setelah menandai pukulan lebih besar dari perkiraan USD1 miliar dari inflasi dan mendorong pengiriman beberapa kendaraan ke kuartal keempat karena kekurangan suku cadang.
Pesaingnya, General Motors Co juga terperosok, turun 5,6%.
"Kita melihat beberapa emiten pemimpin pasar berbicara tentang tekanan yang mereka hadapi, jadi kita bisa melihat beberapa kompresi margin dan beberapa pelunakan dalam angka  topline  pada laporan keuangan kuartal ketiga," kata Greg Boutle, Head of US Equity & Derivative Strategy BNP Paribas.
The Fed secara luas diperkirakan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin untuk ketiga kalinya berturut-turut pada akhir pertemuan kebijakannya, Rabu, dengan pasar juga memperkirakan peluang 17% untuk kenaikan 100 bps dan memprediksi kisaran suku bunga di 4,49 % pada Maret 2023.
Fokus juga akan tertuju pada  update  proyeksi ekonomi dan perkiraan  dot plot  untuk isyarat pada pembuat kebijakan tentang titik akhir suku bunga dan prospek pengangguran, inflasi serta pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, laporan Departemen Perdagangan menunjukkan izin bangunan tempat tinggal - di antara indikator perumahan yang lebih berwawasan ke depan - turun 10% menjadi 1,517 juta unit, level terendah sejak Juni 2020.
Imbal hasil US Treasury 10-tahun mencapai 3,56%, tingkat tertinggi sejak April 2011, sementara kurva  yield  yang diawasi ketat antara tenor dua tahun dan 10-tahun terbalik lebih jauh.
Pembalikan di bagian kurva imbal hasil ini dipandang sebagai indikator yang dapat diandalkan bahwa resesi akan mengikuti dalam satu hingga dua tahun.
"Ada banyak hambatan untuk mencegah reli berkelanjutan. Sulit untuk melakukan ekspansi (price-to-earnings) sementara The Fed melakukan pengetatan," kata Boutle.
Dow Jones Industrial Average ditutup anjlok 313,45 poin, atau 1,01%, menjadi 30.706,23, S&P 500 kehilangan 43,96 poin, atau 1,13%, menjadi 3.855,93 dan Nasdaq Composite Index turun 109,97 poin, atau 0,95%, menjadi 11.425,05.
Semua dari 11 sektor utama S&P tergelincir, dengan sektor real estat dan material yang sensitif terhadap ekonomi mencatat penurunan terbesar, masing-masing melorot 2,6% dan 1,9%.
Hanya dua perusahaan di indeks 30-saham unggulan Dow yang mengakhiri sesi Selasa di wilayah positif.
Apple dan Boeing masing-masing naik sekitar 0,7% dan 1,6%. Penguatan Apple membantu mengurangi kerugian di sektor teknologi informasi S&P 500, yang merupakan sektor berkinerja terbaik dalam indeks tersebut.
Sementara itu, dalam tanda lain kekhawatiran seputar laporan keuangan perusahaan di masa depan, Nike Inc tersungkur 4,5% setelah raksasa pakaian olahraga itu mendapatkan  downgrade  dari analis Barclays menjadi "equal weight" dari "overweight", mengutip volatilitas di pasar China karena tekanan dari penguncian terkait Covid pada awal September.
Produsen pakaian jadi lainnya, Gap Inc, ditutup menyusut 3,3%. Selasa, Gap mengumumkan bahwa mereka menghilangkan sekitar 500 pekerjaan, setelah menarik perkiraan tahunannya akhir bulan lalu karena kelebihan persediaan dan penjualan yang lemah.
Volume di bursa AS tercatat 9,90 miliar saham, dibandingkan rata-rata 10,71 miliar untuk sesi penuh selama 20 hari perdagangan terakhir. (ef)

Sumber : Admin