Tenggat Tarif Trump Makin Dekat, Dolar Loyo Versus Mata Uang Utama
Friday, July 04, 2025       16:01 WIB

Ipotnews - Dolar AS melemah terhadap mata uang utama lainnya, Jumat, setelah Presiden Donald Trump berhasil meloloskan RUU pemangkasan pajak, di tengah meningkatnya tekanan pada negara-negara mitra dagang untuk menyepakati kesepakatan dengan Amerika Serikat.
Sebelumnya, dolar sempat menguat pada sesi Kamis berkat data ketenagakerjaan Amerika yang lebih baik dari perkiraan, yang meredam ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve. Namun secara mingguan, Indeks Dolar (Indeks DXY)--yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama lainnya--menuju pelemahan selama dua pekan berturut-turut, demikian laporan  Reuters,  di Tokyo, Jumat (4/7).
RUU yang dijuluki Trump sebagai "One, Big, Beautiful Bill" itu disahkan secara tipis oleh DPR yang dikuasai Partai Republik. RUU tersebut mencakup pemangkasan pajak dan peningkatan belanja pemerintah yang diperkirakan menambah utang nasional sebesar USD3,4 triliun, dari total utang saat ini USD36,2 triliun. Trump dijadwalkan menandatangani RUU tersebut menjadi undang-undang pada Jumat.
Dengan pasar Amerika tutup untuk libur Hari Kemerdekaan 4 Juli, fokus investor kini tertuju pada batas waktu 9 Juli, di mana tarif impor besar-besaran akan diberlakukan bagi sejumlah negara seperti Jepang yang belum mencapai kesepakatan dagang dengan AS.
Menurut analis Swissquote Bank, Ipek Ozkardeskaya, minat terhadap dolar mulai berkurang karena meningkatnya kekhawatiran fiskal dan risiko terhadap permintaan surat utang Amerika.
"Dan juga karena fakta bahwa situasi tarif dan gangguan perdagangan akan berdampak negatif pada pertumbuhan Amerika dan the Fed belum tentu dapat mendukung ekonomi ketika risiko inflasi meningkat," ujar dia.
Indeks DXY mencatat kinerja paruh pertama terburuk sejak 1973, seiring ketidakpastian kebijakan tarif yang meningkatkan kekhawatiran atas prospek ekonomi Amerika dan keamanan surat utang pemerintah. Dolar AS bahkan sempat menyentuh posisi terendah dalam lebih dari tiga tahun terhadap euro dan poundsterling awal pekan ini.
Indeks Dolar turun 0,1% menjadi 96,96, memangkas kenaikan 0,4% pada sesi Kamis. Euro menguat 0,1% menjadi USD1,1773, bersiap untuk kenaikan mingguan 0,4%.
Yen meningkat 0,4% menjadi 144,375 terhadap dolar, sementara franc Swiss bertambah 0,2% jadi 0,7939 per dolar.
Trump mengonfirmasi bahwa surat pemberitahuan tarif akan mulai dikirimkan ke berbagai negara pada Jumat. Langkah ini menandai pergeseran dari janji sebelumnya untuk menegosiasikan perjanjian dagang secara bilateral.
Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, menyatakan Uni Eropa berupaya mencapai kesepakatan dagang "secara prinsip" dengan Amerika sebelum tenggat waktu tersebut. Jepang, yang menjadi salah satu target kritik Trump, dikabarkan akan mengirim kembali kepala negosiator perdagangan ke Washington secepatnya akhir pekan ini.
Dalam perkembangan lain, China mengumumkan akan mengenakan bea masuk hingga 34,9% terhadap produk brandy asal Uni Eropa selama lima tahun mulai 5 Juli, memperburuk ketegangan perdagangan global.
Meski kekhawatiran terhadap ekonomi Amerika meningkat, data ketenagakerjaan terbaru memberikan sedikit kelegaan. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan non-farm payrolls menambahkan 147.000 pekerjaan baru sepanjang Juni, melampaui proyeksi analis dalam survei  Reuters  sebesar 110.000.
Kepala Analis SMBC , Hirofumi Suzuki, menilai pasar tenaga kerja AS memang melambat secara bertahap, tetapi belum menunjukkan tanda perlambatan tajam. Dia memperkirakan negosiasi tarif tidak akan menghasilkan sesuatu yang positif, dan tren pelemahan dolar akan terus berlanjut diiringi penguatan yen.
Ekspektasi pasar bahwa the Fed akan membiarkan suku bunga tidak berubah pada pertemuan Juli sekarang berada pada probabilitas 95,3%, naik dari 76,2% pada 2 Juli, menurut Fedwatch Tool CME Group.
Ekonom terus memperkirakan the Fed tidak akan mulai memangkas suku bunga kembali hingga September atau bahkan lebih lama lagi. (ef)

Sumber : Admin