Tembaga Bergerak Positif, Ditopang Stimulus China dan Konflik Timur Tengah
Wednesday, October 02, 2024       14:52 WIB

Ipotnews - Harga tembaga menguat, Rabu, ditopang langkah-langkah stimulus China yang mencerahkan prospek permintaan, sementara kenaikan harga minyak karena meningkatnya konflik Timur Tengah juga memberikan dukungan pada pasar.
Harga tembaga untuk kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) naik 0,1% menjadi USD9.986,50 per metrik ton pada pukul 14.24 WIB, demikian laporan  Reuters,  di Hanoi, Rabu (2/10).
Logam dasar lainnya di kompleks LME juga bergerak positif. Aluminium bertambah 0,3% menjadi USD2.655,50 dan nikel melonjak 1,2% menjadi USD17.930. Seng (zinc) meningkat 0,5% ke posisi USD3.163,50, timbal (lead) naik 0,6% jadi USD2.121 per ton, sementara timah turun 0,2% menjadi USD33.800.
"Naik adalah jalur resistance saat ini. Faktor teknikal mendukungnya, dan sentimen juga mendukungnya. Dan, jika Iran dan Israel terlibat dalam perang skala penuh, itu akan mendorong logam juga," kata seorang pialang.
Israel dan Amerika Serikat berjanji untuk membalas Iran setelah serangan rudal Teheran terhadap Israel minggu ini, yang meningkatkan kekhawatiran akan konflik lebih luas di kawasan tersebut dan melambungkan harga minyak.
Gangguan pasokan minyak dari Timur Tengah--kawasan penghasil utama--akan meningkatkan biaya produksi dan pengangkutan banyak komoditas termasuk logam.
China meluncurkan serangkaian kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, mulai dari memangkas suku bunga hingga memotong suku bunga hipotek dan melonggarkan pembatasan pembelian rumah.
China menyumbang setengah dari konsumsi logam dunia.
Volume perdagangan pada sesi Rabu relatif tipis karena China dan India--salah satu pasar logam dengan pertumbuhan tercepat di Asia-- tutup untuk libur nasional. Harga logam yang lebih tinggi juga dapat menghambat permintaan fisik.
Diskon kontrak seng tunai LME atas kontrak tiga bulan mengetat menjadi USD28,48 per ton, Selasa, diskon terkecil sejak 2 Mei.
Pasar seng olahan global dapat mengalami defisit 164.000 ton pada 2024 karena berkurangnya produksi di Eropa dan tempat lain, bukan surplus seperti yang diperkirakan sebelumnya, menurut International Lead and Zinc Study Group, Senin. (ef)

Sumber : Admin