Restrukturisasi Jadi Jalan Realistis WIKA, Danantara Didorong Ambil Peran
Tuesday, November 04, 2025       20:36 WIB

JAKARTA, investor.id - Restrukturisasi utang dinilai menjadi langkah paling realistis untuk memulihkan kesehatan keuangan PT Wijaya Karya Tbk () setelah terbebani oleh proyek-proyek besar pemerintah dan menurunnya kontrak baru.
Sejak era percepatan pembangunan infrastruktur di bawah pemerintahan Joko Widodo, BUMN karya menjadi ujung tombak berbagai proyek strategis nasional (PSN), tidak hanya sebagai kontraktor, tapi juga dengan penyertaan modal untuk sejumlah PSN. Akibatnya, sejumlah perusahaan pelat merah kini menghadapi tekanan keuangan berat. Salah satunya adalah , yang kini tengah berjuang menata ulang kewajibannya agar tetap bisa beroperasi dan bertahan.
harus menanggung beban utang besar dari proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh), di mana perusahaan wajib menyetorkan modal hampir Rp 12 triliun dengan beban bunga pinjaman tersebut mencapai Rp 2 triliun per tahun. Di sisi lain, perusahaan juga dihadapkan pada kewajiban pembayaran bunga obligasi dan sukuk yang jatuh tempo pada Februari 2025.
Kondisi ini diperparah oleh penurunan anggaran infrastruktur pemerintah pada 2025. Hingga September 2025, kontrak baru yang berhasil diperoleh hanya mencapai Rp 6,19 triliun, turun sekitar 60 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 15,58 triliun. Sejalan dengan itu, penjualan pun mengalami penurunan 27,55 persen dari yang sebelumnya Rp 12,54 triliun menjadi Rp 9,09 triliun.
Penurunan signifikan pada penjualan turut menggerus likuiditas . Arus kas operasi perusahaan mengalami defisit Rp 1 triliun, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yaitu defisit Rp 218,9 miliar.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, menilai restrukturisasi menjadi langkah yang tak terhindarkan bagi untuk kembali sehat.
"Di restrukturisasi mau tidak mau utang itu harus disesuaikan. Ini sejalan dengan rencana restrukturisasi utang ke China yang bisa sampai 60 tahun. Jadi restrukturisasi memang menjadi alternatif agar bisa bertahan," kata Tauhid.
Menurutnya, restrukturisasi harus disertai dengan penyesuaian bunga pinjaman agar benar-benar mampu membayar kewajiban.
"Ketika di restrukturisasi, bunganya harusnya bisa dikurangi. Jangan sampai bebannya makin berat. Kalau bunganya makin besar, justru masalah baru yang muncul," papar Tauhid.
Tauhid menambahkan, selain restrukturisasi, juga perlu mendapatkan dukungan tambahan pemerintah untuk proyek-proyek baru yang berpotensi menghasilkan keuntungan.
"Kalau untuk proyek kereta cepat saya kira sudah tidak mungkin, tapi untuk proyek baru infrastruktur masih bisa. Itu penting agar bisa menutup kerugian yang ada," katanya.
Sementara itu, Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, menilai langkah restrukturisasi terhadap kini sepenuhnya berada di tangan Danantara, lembaga pengelola BUMN hasil transformasi pasca-pembubaran Kementerian BUMN .
Menurut Yayat, langkah penyehatan bisa dilakukan melalui konsolidasi antar perusahaan konstruksi pelat merah untuk menciptakan efisiensi dan memperkuat modal.
"Kalau dilikuidasi jelas berat. Tapi opsi penggabungan beberapa badan usaha bisa menjadi jalan tengah untuk penyehatan," katanya.
Dengan restrukturisasi yang matang dan dukungan kelembagaan dari Danantara, diharapkan dapat kembali sehat, memperkuat likuiditas, dan kembali berkontribusi terhadap pembangunan nasional secara berkelanjutan.

Sumber : investor.id
An error occurred.