Minyak Teruskan Penguatan di Tengah Risiko Meluasnya Konflik Timur Tengah
Thursday, August 01, 2024       14:05 WIB

Ipotnews - Harga minyak menguat, Kamis, memperpanjang kenaikan dari sesi sebelumnya, setelah pembunuhan atas pemimpin Hamas di Iran meningkatkan ancaman konflik Timur Tengah yang lebih luas dan kekhawatiran atas dampaknya terhadap minyak.
Harga minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, naik 71 sen, atau 0,9%, menjadi USD81,55 per barel pada pukul 13.05 WIB, demikian laporan  Reuters,  di Singapura, Kamis (1/8).
Sementara, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate, melonjak 76 sen, atau 1%, menjadi USD78,67 per barel.
Kontrak paling aktif pada kedua acuan tersebut melambung sekitar 4% pada sesi sebelumnya.
Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh tewas di ibu kota Iran, Teheran, Rabu. Kematiannya terjadi kurang dari 24 jam setelah komandan militer paling senior Hizbullah yang berbasis di Lebanon tewas dalam serangan Israel di Beirut.
Pembunuhan tersebut memicu kekhawatiran perang yang telah berlangsung selama 10 bulan di Gaza antara Israel dan Hamas akan berubah menjadi perang Timur Tengah yang lebih luas, yang dapat menyebabkan terganggunya pasokan minyak dari wilayah itu.
"Pasar minyak khawatir pembunuhan Haniyeh akan membawa Iran lebih langsung ke dalam perang dengan Israel. Dan itu dapat membahayakan pasokan minyak Iran serta infrastruktur terkait," kata Vivek Dhar, analis Commonwealth Bank of Australia.
Dhar mengatakan pasar khawatir mengenai kemampuan Iran untuk meningkatkan ketegangan melalui kendalinya atas Selat Hormuz.
"Memblokir jalur pelayaran utama tersebut mengancam pengangkutan 15-20% pasokan minyak global. Dengan kapasitas pipa cadangan yang terbatas untuk melewati blokade tersebut, Selat Hormuz tampak sebagai risiko gangguan potensial yang besar bagi pasar minyak," ujar Dhar.
Juga mendorong kenaikan harga adalah serangkaian rilis data dari Amerika, konsumen minyak terbesar di dunia, dan dolar yang lebih lemah.
Permintaan ekspor yang kuat mendorong persediaan minyak mentah Amerika merosot 3,4 juta barel dalam pekan yang berakhir hingga 26 Juli menjadi 433 juta barel, menurut data dari Badan Informasi Energi (EIA) AS, Rabu.
Sementara itu, Indeks Dolar AS (Indeks DXY) memperpanjang kejatuhan, Kamis, dari sesi sebelumnya, setelah Federal Reserve menahan suku bunga tetapi membiarkan peluang untuk pemangkasan pada September tetap terbuka. Dolar yang lebih lemah dapat meningkatkan permintaan minyak dari investor yang memegang mata uang lainnya.
"Namun, dalam jangka panjang, investor tidak yakin dengan permintaan China," ujar analis Phillip Nova, Priyanka Sachdeva, menambahkan bahwa kekhawatiran ini akan terus membatasi kenaikan harga minyak.
Data resmi dari China, Rabu, menunjukkan aktivitas manufaktur merosot ke level terendah lima bulan pada Juli karena pabrik-pabrik bergulat dengan penurunan pesanan baru dan harga yang rendah.
Survei sektor swasta, Kamis, juga menunjukkan aktivitas manufaktur China sepanjang Juli menyusut untuk pertama kalinya dalam sembilan bulan karena pesanan baru menurun. (ef)

Sumber : Admin