Meski Belum Ada Kepastian, Skenario Pemulihan China akan Memiliki Efek Spillover Positif bagi Indonesia - Ashmore
Saturday, November 30, 2024       22:32 WIB

Ipotnews - Bursa saham Indonesia mengakhiri sesi perdagangan pekan terakhir November 2024, Jumat (29/11), dengan mencatatkan penurunan IHSG sebesar 1,19% ke 7.114, yang juga lebih rendah dari sesi penutupan pekan sebelumnya di posisi 7.196. Investor asing membukukan arus keluar ekuitas sebesar USD221 juta sepanjang pekan.
Mencermati perkembangan selama sepekan terakhir, berikut catata Ashmore dalam Weekly Commentary, Jumat (29/11);

Apa yang terjadi sepekan ini?
Ashmore mencatat, penurunan IHSG pekan ini dipimpin oleh kejatuhan sektor Energi dan Bahan Baku yang masing-masing sebesar -3,96% dan -2,55%. Sementara itu, sektor yang berkinerja baik adalah sektor Kesehatan dan Keuangan yang masing-masing naik sebesar +2,53% dan +1,24%.
Pekan ini kita melihat reli harga CPO (+9,90%), berbalik arah dari penurunan minggu lalu yang disebabkan cuaca buruk sehingga mengakibatkan hasil yang lebih buruk.
Indeks ekuitas China mengalami reli dengan Shanghai Composite (+1,81%) dan CSI 300 (+1,32%). Menurut Ashmore kenaikan tersebut karena pasar mengharapkan lebih banyak stimulus akan segera diumumkan.
Sementara itu, Bitcoin mengalami koreksi (-3,29%) pekan ini, berbalik dari reli yang kuat. Harga Batubara (-3,23%) dan Minyak Mentah (-3,11%) juga mengalami koreksi dengan meningkatnya kemungkinan penyelesaian konflik di Timur Tengah.
Ashmore juga mencatat, pekan in kita melihat indikator inflasi pilihan Fed mempertahankan tingkat kenaikan bulanan yang sama, dengan inflasi PCE Inti bulanan sebesar 0,3% sesuai ekspektasi. Sementara itu, tingkat inflasi PCE tahunan mengalami kenaikan yang moderat. Pertumbuhan PDB triwulanan AS mengalami perlambatan seperti yang diperkirakan, tetapi tetap tangguh.
Di Jerman, Ashmore mencatat adanya sentimen negatif yang berkelanjutan dari sisi bisnis maupun konsumen karena kekhawatiran terhadap pemerintah mereka, selain tarif Trump yang diperkirakan membebani keyakinan konsumen. Tingkat inflasi tahunanJerman naik dibandingkan dengan bulan sebelumnya tetapi lebih rendah dari yang diekspektasikan.
Sementara itu, Jepang melihat peningkatan keyakinan konsumen seperti yang diperkirakan, namun tingkat pengangguran mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penjualan ritel yang lebih rendah dari yang diekspektasikan.
Di China, keuntungan industri negara itu pada tahun ini lebih lemah dari yang diperkirakan dan tetap mengalami kontraksi dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Di dalam negeri, "Indonesia mengalami pertumbuhan harga properti paling lambat sejak triwulan keempat tahun 2021, selain pertumbuhan pasokan uang yang lebih rendah," tulis Ashmore.
Koreksi Dolar, Fokus pada Tiongkok
Ashmore mencermati, pada pekan ini berita utama yang menggerakkan imbal hasil US Treasury adalah pencalonan Scott Bessent oleh Trump untuk menjadi menteri Keuangan AS berikutnya. Pasar mengharapkan eksekutif dana lindung nilai itu membantu menstabilkan dan mendukung ekonomi AS.
"Imbal hasil US Treasury telah terkoreksi dari level tertinggi baru-baru ini dengan tenor 10 tahun turun 28 bps menjadi 4,20% dan tenor 2 tahun turun 18 bps menjadi 4,19%," papar Ashmore.
Sementara itu, DXY juga terkoreksi ke sekitar 105,9 dibandingkan dengan posisi puncak pada minggu lalu di 107,7. Namun, Ashmore menggarisbawahi bahwa ini adalah level yang lebih tinggi dibandingkan dengan level yang terlihat pada akhir September di 100,4 dan kita mungkin melihat koreksi berlanjut dalam jangka pendek. "Ini mengingatkan bahwa DXY telah menguat dengan cepat dalam dua bulan terakhir," imbuh Ashmore.
Selisih imbal hasil US Treasury antara tenor 10 tahun dan 2 tahun sekali lagi menyempit dan menghasilkan kurva Treasury yang datar.
Di sisi lain, Ashmore menambahkan, data inflasi inti PCE menunjukkan peningkatan harga yang berkelanjutan, di mana inflasi inti PCE tahunan berada di angka 2,8%. Namun, Ashmore melihat hal ini tidak terlalu mengejutkan bagi pasar dan ekspektasi pemotongan suku bunga yang akan datang tetap relatif stabil. Khususnya, kemungkinan pemotongan suku bunga pada bulan Desember telah meningkat dibandingkan minggu sebelumnya dari 53% menjadi 66%.
"Terlepas dari itu, kami percaya bahwa The Fed akan tetap didorong oleh data dalam keputusan mereka yang akan datang, dan akan memperhitungkan data tenaga kerja selain data inflasi dalam keputusan rapat bulan depan," sebut Ashmore.
Selain AS, menurut Ashmore, investor telah mengalihkan perhatian mereka kembali ke China dengan ekspektasi lebih banyak stimulus yang akan diumumkan dalam rapat kebijakan mendatang, karena pasar mengharapkan lebih banyak dukungan untuk melawan hambatan dari biaya tarif Trump.
Ashmore berpendapat, spekulasi tersebut telah memicu reli ekuitas China di mana indeks utama mengalami kenaikan sekitar 1,3-1,8% minggu ini. PBoC melakukan reverse repo senilai 800 miliar CNY pada bulan November, sebagai bagian dari langkah mereka untuk mendukung likuiditas di pasar. Lebih jauh, Gubernur PBOC Pan mengindikasikan pemangkasan persyaratan cadangan lebih lanjut (setelah pemangkasan 50 bps pada bulan September) untuk meningkatkan likuiditas.
"Namun, masalah yang membebani China tetap ada termasuk deflasi yang berkelanjutan di samping potensi perang dagang dan tarif dari AS. Meskipun belum ada kepastian mengenai China untuk saat ini, kami percaya bahwa skenario pemulihan China akan memiliki efek  spillover  positif bagi Indonesia karena kami adalah mitra dagang yang besar. Lebih jauh lagi rotasi ke China kemungkinan akan didanai dari arus keluar dari kawasan yang sebelumnya mengalami arus masuk yang kuat, terutama Kawasan Eropa yang mengalami sekitar +360 miliar USD dalam dua belas bulan terakhir," ungkap Ashmore.
Ashmore menilai, tren keseluruhan pasar global tetap menunggu dan melihat implementasi kebijakan AS yang akan datang, karena Trump Trades tampaknya terhenti. "Warren Buffett pernah berkata, serakahlah ketika orang lain takut dan takutlah ketika orang lain serakah. Mungkinkah posisi kas Berkshire Hathaway yang secara historis besar [Buffett menyiratkan bahwa ia tidak melihat banyak peluang pembelian di AS] bersama dengan euforia yang terus berlanjut di pasar AS menjadi sinyal untuk pembalikan?"
Hanya waktu yang dapat menjawabnya, tetapi menurut Ashmore, faktanya pasar AS telah mengalami pertumbuhan yang signifikan dan secara historis tetap mahal. "Kami sarankan untuk mempertahankan diversifikasi dan mengingatkan bahwa risiko penurunan terbatas, karena ekuitas dan obligasi Indonesia tetap menunjukkan potensi pertumbuhan dan secara historis murah." (Ashmore)


Sumber : Admin