Menetapkan Asumsi Tingkat Hasil Investasi dan Asumsi Tingkat Inflasi dalam Perencanaan Pensiun
Monday, November 14, 2022       15:56 WIB

Pada artikel sebelumnya tentang perencanaan pensiun, kita telah membuat dua asumsi yang penting, yaitu asumsi usia pensiun dan asumsi usia harapan hidup kita. Jika kita mengikuti usia pensiun normal, maka usia pensiun telah ditentukan dalam peraturan perusahaan dan tidak dapat kita asumsikan lagi.
Tetapi jika kita berencana untuk pensiun dini (pensiun dipercepat) maka kita dapat membuat asumsi usia pensiun. Asumsi usia pensiun ini penting dibuat dalam perencanaan pensiun karena pensiun yang dipercepat akan berakibat pada besarnya dana pensiun (yang berkurang) dan sekaligus jumlah tahun dalam masa pensiun yang harus dibiayai oleh dana pensiun itu (yang bertambah).
Berikutnya, asumsi usia harapan hidup juga sangat penting untuk dibuat. Perencanaan pensiun dibuat ketika orang berusia muda dan sehat. Jadi, tidak ada seorang pun yang tahu seorang manusia akan hidup berapa lama.
Usia harapan hidup penduduk Indonesia yang dipublikasikan oleh BPS (Biro Pusat Statistik), hanyalah angka rata-rata usia harapan hidup penduduk Indonesia. Seseorang dapat hidup lebih pendek atau pun lebih panjang daripada usia harapan hidupnya.
Hal yang harus dipersiapkan orang yang membuat perencanaan pensiun adalah dana pensiun yang cukup, sehingga dana pensiun akan tetap tersedia pada waktu orang itu masih hidup. Lebih baik jika dana pensiun tersisa banyak ketika seseorang meninggal, dibandingkan dana pensiun telah habis ketika orang masih hidup.
Sekarang kita akan membuat dua asumsi lagi, yang tidak kalah pentingnya dalam perencanaan pensiun, yaitu asumsi akan tingkat hasil investasi ( return ) dalam portofolio dan tingkat inflasi yang akan berlaku. Imbal hasil investasi yang kita peroleh pada suatu saat mungkin tinggi, tetapi jika pada saat itu tingkat inflasi ternyata lebih tinggi lagi, maka imbal hasil nyata (riil) investasi kita adalah negatif.
Asumsi Tingkat Hasil (Return) Investasi
Tingkat hasil ( return ) investasi dalam portofolio dana pensiun tidak dapat ditentukan dengan pasti, tetapi kita harus mengasumsikan suatu angka tertentu (yang masuk di akal) yang mampu dicapai oleh portofolio kita. Misalkan perencanaan pensiun kita dibuat pada waktu kita baru lulus kuliah dan mulai memasuki angkatan kerja pada waktu kita berusia 25 tahun.
Katakanlah kita mengasumsikan usia pensiun kita adalah 60 tahun, dan usia harapan hidup kita adalah 80 tahun. Untuk skenario seperti ini, kita dapat membagi periode investasi dana pensiun kita atas dua periode, yaitu periode menabung (investasi) pada usia 25 thn sampai dengan 60 tahun, dan periode penarikan dana ( disbursement ) pada usia 60 tahun sampai dengan usia 80 tahun.
Pada periode pertama, kita menabung menabung (investasi) uang ke dalam dana pensiun. Dana pensiun ini adalah tabungan (investasi) kita di luar iuran JHT (Jaminan Hari Tua) dalam BPJS -TK yang telah dipotong dari gaji kita setiap bulannya, yang merupakan iuran dana pensiun wajib yang minimal harus ada.
Mengingat usia pensiun kita masih sangat jauh (masa investasi 35 tahun), maka kita dapat menginvestasikan dana pensiun kita seluruhnya pada instrumen ekuitas. Instrumen ekuitas yang kita pilih adalah reksadana Bursa (ETF)yang bersifat pasif mengikuti indeks LQ45 yang disusun dan diterbitkan oleh BEI (Bursa Efek Indonesia).
Dengan memilih instrumen ekuitas berbentuk reksadana Bursa yang pasif, kita menghindari memilih instrumen saham-saham individual (tidak terdiversifikasi) atau bertaruh pada kemampuan Manajer Investasi tertentu dalam memilih saham-saham yang akan naik nilainya.
Walau pun reksadana Bursajuga 'dikelola' oleh Manajer Investasi, tetapi peran Manajer Investasidi sini adalah pasif, artinya sebatas melakukan perubahan portofolio apabila Indeks LQ45 mengalami perubahan ( re-balancing ). Perubahan indeks ( re-balancing ) dilakukan dua kali setahun oleh BEI (Bursa Efek Indonesia) sebagai pemilik indeks yang melakukan kalkulasi angka indeks.
Jadi, Manajer Investasi reksadana Bursatidak memiliki diskresi untuk membeli atau menjual suatu saham tertentu, kecuali jika saham tersebut keluar atau masuk ke dalam indeks LQ-45. Dengan mengelola portofolio saham secara pasif, maka imbal jasa (fee) Manajer Investasi reksadana Bursajuga dapat ditekan jauh lebih murah daripada imbal jasa (fee) Manajer Investasi reksadana konvensional yang dikelola secara aktif.
Di samping itu, perputaran portofolio (turn over) reksadana Bursajuga sangat rendah, hanya dua kali setahun pada waktu portofolio mengalami  rebalancing  (sekitar 15% dari nilai portofolio).
Asumsi tingkat hasil dari indeks LQ-45 dan analisis kondisi ekonomi nasional yang mendukung perkiraan angka indeks tersebut setiap awal tahun, akan dibuat oleh banyak analis ternama dari lembaga-lembaga ekonomi dan perusahaan-perusahaan sekuritas. Jadi Anda tidak perlu repot-repot membuat asumsi atau perkiraan sendiri.
Hal yang penting yang harus Anda sadari di sini adalah bahwa perkiraan kenaikan (atau penurunan) angka indeks yang dibuat oleh analis sekuritas atau pengamat-pengamat ekonomi, tetaplah merupakan perkiraan yang sering sekali meleset.
Asumsi Tingkat Inflasi
Inflasi adalah persentase kenaikan harga dari sekeranjang barang dan jasa dibandingkan harga barang atau jasa tersebut pada tahun sebelumnya. Ada banyak hal yang menyebabkan inflasi. Pada dasarnya, inflasi disebabkan oleh jumlah uang beredar yang lebih besar dibanding jumlah barang yang ada. Inflasi dpengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah faktor ekonomi, sosial politik, jumlah pasokan dan permintaan barang dan jasa, dan lain-lain.
Inflasi adalah salah satu indikator makro ekonomi yang paling sulit untuk diperkirakan dengan akurat. Memperkirakan angka inflasi dengan akurat untuk satu tahun ke depan saja sudah sangat sulit, apalagi memperkirakan angka inflasi selama periode investasi 35 tahun adalah mustahil.
Kalau seorang analis perusahaan sekuritas yang bergelar CFA (Chartered Financial Securities), atau pengamat ekonomi yang bergelar PhD (Philosophical Doctor) saja tidak bisa memprediksi angka inflasi satu tahun ke depan dengan akurat, buat apa kita membuang waktu dengan membuat perkiraan angka inflasi sendiri?
Sama seperti perkiraan tingkat imbal hasil indeks nasional yang banyak dibuat oleh analis bursa saham dan pengamat ekonomi nasional, perkiraan tingkat inflasi suatu negara juga mudah diperoleh dari berita-berita nasional. Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah, bahwa perkiraan tingkat inflasi yang dibuat oleh analis saham atau pengamat ekonomi itu sebatas perkiraan saja, dengan kemungkinan kesalahan (error) yang besar.
Kalau ada perkiraan angka inflasi pada awal tahun ( ex ante ) yang ternyata sama dengan perhitungan angka inflasi pada akhir tahun ( ex post ), itu hanyalah kebetulan saja.
 Oleh: Fredy Sumendap, CFA 

Sumber : IPS
An error occurred.