MacroInsight / Klik untuk versi PDF
Penulis: Luthfi Ridho; Axel Azriel
- Penerimaan negara terkontraksi -10% yoy (-12,4% yoy pada Mei 2025), terutama karena perbaikan penerimaan PPN yang menyempit menjadi -12,7% yoy (dari -29,0% yoy di April 2025).
- Pengeluaran negara turun -11,3% yoy karena penyerapan belanja MBG yang lambat; belanja modal lebih baik di -4,9% yoy berkat proyek revitalisasi sekolah.
- Neraca fiskal mengalami defisit -0,1% dari PDB pada Mei 2025. Pembiayaan front-loaded mencapai Rp324,8 triliun - tertinggi sejak masa pandemi.
Perbaikan penerimaan pajak dari PPN yang lebih baik
Pada Mei 2025, kontraksi penerimaan negara menyempit menjadi -10% yoy (dari -12,4% yoy pada April), terutama karena perbaikan pada penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang menyusut menjadi -12,7% yoy dibandingkan -29,0% yoy di bulan sebelumnya. Hal ini didukung oleh penyelesaian restitusi pajak senilai sekitar Rp152,4 triliun hingga Mei 2025 dan pemulihan bertahap aktivitas ekonomi.
Sementara itu, kontraksi belanja negara makin dalam menjadi -11,3% yoy pada Mei (dibandingkan -5,1% yoy pada April), terutama karena penurunan belanja barang dan subsidi masing-masing sebesar -31,6% dan -15,1% yoy (vs -35%/-8,5% yoy pada April). Alhasil, posisi fiskal berbalik menjadi defisit -0,1% dari PDB pada Mei 2025 (dari surplus tipis +0,02% pada April), disertai lonjakan pembiayaan hingga Rp324,8 triliun pada Mei (naik dari Rp279,2 triliun di April).
Paket stimulus pemerintah diperkirakan dorong pertumbuhan PDB Kuartal II/2025
Pemerintah telah mengumumkan detail tambahan dari paket stimulus yang akan digelontorkan pada Juni-Juli 2025 (lihat gambar 15), dengan total anggaran Rp24,4 triliun. Komponen utama meliputi:
(1) subsidi upah Rp300 ribu bagi 17,3 juta pekerja (Rp10,7 triliun); (2) tambahan bantuan sosial melalui Kartu Sembako Rp200 ribu/bulan untuk 18,3 juta penerima (Rp11,9 triliun); dan (3) diskon tarif tol dan transportasi umum (Rp1,5 triliun). Kami memperkirakan stimulus ini akan mendorong konsumsi selama musim liburan sekolah dan menggairahkan aktivitas ekonomi di kuartal II/2025.
Penerbitan SUN bruto tertinggi YTD sejak pandemi
Posisi fiskal Indonesia berbalik menjadi sedikit defisit sebesar -0,1% dari PDB pada Mei 2025 (dibandingkan surplus +0,02% dari PDB pada April 2025), seiring dengan peningkatan pembiayaan yang mencapai Rp324,8 triliun pada Mei (naik dari Rp279,2 triliun di April). Pemerintah melanjutkan strategi front-loading dengan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) bruto senilai Rp413 triliun hingga April 2025 - level tertinggi sejak masa pandemi dan jauh di atas rata-rata 10 tahun terakhir sekitar Rp342 triliun (lihat gambar 11).
Selain itu, pemerintah juga telah menerbitkan obligasi Samurai senilai sekitar US$650 juta dan berencana untuk menerbitkan obligasi Kangaroo dan Panda dalam waktu dekat, sebagai bagian dari diversifikasi sumber pembiayaan global.
Bulan-bulan vital menanti perkembangan fiskal
Secara keseluruhan, kami memperkirakan belanja negara akan meningkat dalam beberapa bulan ke depan, seiring dengan penyelesaian realokasi anggaran yang akan dijabarkan dalam laporan fiskal semester I/2025 (dijadwalkan pada Juli 2025). Selanjutnya, peluncuran RAPBN 2026 pada Agustus akan memberikan arah kebijakan fiskal tahun mendatang.
Untuk saat ini, kami memproyeksikan defisit fiskal sekitar -2,8% dari PDB pada FY25F (vs -2,3% dari PDB di FY24), dan tetap mempertahankan proyeksi pertumbuhan PDB sebesar +5,0% yoy di FY25F (5,0% yoy di FY24). (Riset IndoPremier)

Sumber : IPS