Keterbatasan Perencanaan Keuangan
Tuesday, April 08, 2025       14:15 WIB

Pada artikel sebelumnya yang berjudul  'Perencanaan Keuangan (Financial Planning) versus Manajemen Kekayaan (Wealth Management)'  kita telah membahas bahwa Perencanaan Keuangan memiliki banyak kesamaan dengan Manajemen Kekayaan, walau pun juga terdapat beberapa perbedaan yang jelas di antara keduanya. Salah satu perbedaan yang mencolok antara Perencanaan Keuangan ( Financial Planning ) dan Manajemen Kekayaan ( Wealth Management ) adalah tipe para nasabah ( clientele ) yang disasar oleh Perencana Keuangan ( Financial Planner ) versus Manajer Kekayaan ( Wealth Manager ).
Pada intinya, tipe para nasabah ( clientele ) dari Perencana Keuangan ( Financial Planner ) tidak dibatasi oleh jumlah kekayaan ( net-worth ) yang dimilikinya. Sementara itu, tipe para nasabah ( clientele ) dari Manajemen Kekayaan ( Wealth Management ) dibatasi hanya kepada individu-individu yang memiliki sejumlah tertentu kekayaan bersih yang sangat besar ( high net-worth individuals ).
Bagi para pembaca Ipotnews yang belum termasuk individu-individu dengan kekayaan sangat besar ( high net-worth individuals ), ada banyak tujuan keuangan yang ingin dicapai di masa depan dan untuk itu dibutuhkan perencanaan keuangan ( financial plan ) yang baik.
Membuat Rencana Keuangan ( Financial Plan ) yang baik adalah suatu langkah yang penting sekali untuk mencapai tujuan keuangan kita di masa depan.
Diversifikasi Terbatas
Secara khusus, pada waktu membahas tentang Perencanaan Keuangan ( Financial Planning ) yang baik, kita perlu membahas juga tentang keterbatasan dari tindakan perencanaan keuangan tersebut. Mengapa demikian? Karena para nasabah ( clientele ) dari perencanaan keuangan ( financial planning ) bukanlah individu-individu dengan kekayaan bersih yang sangat besar seperti para nasabah manajemen kekayaan ( wealth management ).
Para nasabah perencanaan keuangan, terutama yang baru memulai untuk mengumpulkan kekayaannya, akan mengalami kesulitan untuk melakukan  diversifikasi investasi yang luas . Padahal kita tahu bahwa untuk meminimalkan resiko investasi, maka kita wajib melakukan diversifikasi.
Yang kami maksudkan dengan diversifikasi investasi yang luas adalah diversifikasi bukan saja pada kelas aset yang sama (instrumen ekuitas semua atau instrumen berpendapatan tetap semua), tetapi juga diversifikasi antara aset-aset keuangan ( intangible assets ) dan aset-aset riil ( tangible assets ), dan bahkan diversifikasi berdasarkan pertumbuhan ekonomi negara-negara sasaran investasi, misalnya antara negara berkembang dengan negara maju.
Untuk memberikan gambaran tentang perlunya diversifikasi dari berbagai kelas aset yang berbeda, misalnya diversifikasi antara instrument ekuitas dan instrumen berpendapatan tetap, kita lihat bahwa pada saat pertumbuhan ekonomi negara kita sedang naik tinggi maka pertumbuhan nilai saham-saham ( IHSG ) juga akan tinggi. Demikian pula, pada waktu pertumbuhan ekonomi sedang tinggi, kebutuhan akan dana untuk membiayai pertumbuhan itu juga akan tinggi.
Karena terjadi persaingan untuk mendapatkan sumber dana, maka pada waktu pertumbuhan ekonomi tinggi, suku bunga ( interest rate ) untuk istrumen berpendapatan tetap akan naik pula. Tetapi, kita tahu bahwa naiknya suku bunga yang tinggi akan menyebabkan harga-harga instrumen berpendapatan tetap (obligasi) yang telah beredar akan turun, dan obligasi baru harus diterbitkan mengikuti suku bunga baru yang lebih tinggi.
Demikian pula sebaliknya, ketika pertumbuhan ekonomi melambat, maka harga saham-saham (instrumen ekuitas) cenderung melemah atau tidak naik. Begitu pula, kebutuhan akan dana untuk membiayai pertumbuhan ekonomi akan berkurang dan menyebabkan suku bunga ( interest rate ) cenderung untuk melemah (turun).
Kita tahu, dari ilmu keuangan dasar, bahwa suku bunga yang turun akan menyebabkan harga obligasi yang sudah beredar sebelumnya menjadi naik, dan obligasi-obligasi yang baru akan diterbitkan dengan suku bunga baru yang lebih rendah.
Sejauh ini, pada kondisi ekonomi yang normal dan tingkat inflasi yang tidak terlampau tinggi (pertumbuhan ekonomi menguat atau pertumbuhan ekonomi melemah tetapi masih bergerak normal atau tidak ekstrem), diversifikasi antara instrumen ekuitas (saham-saham) dan instrumen berpendapatan tetap (obligasi-obligasi) akan memberikan manfaat untuk meminimalkan resiko.
Tetapi, pada kondisi ekonomi yang sangat buruk, yang ditandai dengan tingkat inflasi yang tinggi bersama-sama dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah ( stagflation = stagnant + inflation ), maka diversifikasi ke dalam instrumen ekuitas dan instrumen berpendapatan tetap saja tidak akan cukup.
Pada kondisi ekonomi mengalami deflasi ( deflation ), harga saham-saham dapat mengalami penurunan bersamaan dengan turunnya harga-harga instrumen berpendapatan tetap. Pada kondisi deflasi, pemodal yang paling siap adalah pemodal yang melakukan diversifikasi baik ke dalan aset-aset keuangan ( intangible assets ) dan juga asset-asset berwujud ( tangible assets ).
Keterbatasan Data-data Kuantitatif
Keterbatasan dari perencanaan keuangan berikutnya yang ingin kami bahas di sini adalah keterbatasan dari penggunaan data-data kuantitatif.
Perencanaan keuangan seringkali bertumpu pada data-data kuantitatif seperti: persentase tabungan ( saving rate ) dari gaji atau penghasilan yang dapat disisihkan untuk kebutuhan lain di masa depan (e.g.  for retirement income planning ), tingkat suku bunga ( interest rate ) dari deposito, atau tingkat inflasi ( inflation rate ) dan kenaikan harga-harga barang dan jasa, dan pada tingkat imbal hasil investasi ( investment return ) yang dapat dicapai melalui investasi pada berbagai kelas aset atau pun instrument-instrumen investasi yang ada.
Tetapi, Perencanaan Keuangan ( Financial Planning ) yang lengkap seharusnya juga mencakup aspek-aspek kualitatif seperti tujuan hidup seseorang dan cita-cita yang ingin dicapainya dalam hidup ini. Tidak semua pencapaian tujuan hidup manusia dapat dihitung secara kuatitatif.
Aspek-aspek seperti kesehatan, kebahagiaan, pertumbuhan kesadaran pribadi (spiritual), atau keutuhan dan kebahagiaan keluarga, walau pun penting sekali dalam hidup kita, sering kali tidak dapat dimasukkan sebagai tujuan dari perencanaan keuangan.
Biaya-biaya Terkait Jasa Perencana Keuangan yang berkualitas
Terakhir, keterbatasan dari perencanaan keuangan yang ingin kami bahas di sini adalah terkait dengan biaya-biaya untuk mendapatkan jasa perencana keuangan yang berkualitas. Perencanaan Keuangan masih merupakan hal yang reltif baru di Indonesia. Profesi perencana keuangan pun masih relatif baru dan hanya tersedia terbatas di kota-kota besar.
Kita pun masih jarang mendengar ada kasus-kasus atau masalah keuangan yang berhasil diatasi atau dihindarkan setelah dikonsultasikan dengan perencana keuangan handal. Nasehat-nasehat keuangan yang terkait dengan perencanaan keuangan seringkali masih bersifat normatif seperti tidak boleh membelanjakan uang lebih besar dari penghasilan, kelebihan dari gaji di atas kebutuhan pokok harus ditabung atau diinvestasikan, semua investasi harus terdiversifasi dengan baik, dan lain-lain. Untuk nasehat-nasehat keuangan yang bersifat normatif, tentu saja biaya konsultasi akan dianggap mahal, bagaimana pun cara menghitungnya.
 Oleh : Fredy Sumendap, CFA 

Sumber : IPS