Investor Global Siap-siap untuk Masuk Lagi ke China
Tuesday, October 01, 2024       16:49 WIB

Ipotnews - Investor global bersiap-siap untuk memindahkan lagi dananya, kembali ke China. Sentimen pasar bergeser dipicu oleh upaya Beijing untuk membalikkan perlambatan ekonominya dan menghidupkan kembali ketertarikan jangka panjang ke pasar sahamnya.
Pergeseran ini masih awal dan hanya sedikit manajer keuangan yang mengekspektasikan ledakan pertumbuhan China dalam waktu dekat. Namun sejumlah investor menilai langkah otoritas keuangan China untuk menarik lebih banyak uang tunai ke dalam ekuitas dan mendorong belanja konsumen telah meningkatkan daya tarik valuasi perusahaan-perusahaan Cina yang masih rendah.
"Kami akan sangat disiplin tetapi secara keseluruhan kami merasa ada lebih banyak sisi positif daripada sisi negatifnya," kata Gabriel Sacks, manajer portofolio  emerging market  di Abrdn, yang mengelola 506 miliar poundsterling (USD677 miliar) aset.
Ia mengatakan para pengelola dana telah membeli saham-saham China secara "selektif" pada minggu lalu. Menurutnya, mereka akan menunggu rencana kebijakan yang lebih rinci dari Beijing menyusul beberapa janji dukungan ekonomi yang tidak biasa yang menghasilkan reli kencang di pasar saham dalam beberapa hari terakhir.
Aktivitas pabrik China telah menyusut selama lima bulan berturut-turut dan sektor jasa melambat tajam di bulan September. Hal ini menunjukkan bahwa Beijing mungkin perlu segera bergerak untuk memenuhi target pertumbuhan 5% di tahun 2024.
Data ahli strategi Goldman Sachs, Scott Rubner, yang dikutip Reuters, menunjukkan, investor institusional jangka panjang sebagian besar tetap berhati-hati pada minggu lalu. karena  hedge fund  telah mendorong lonjakan saham-saham untuk menyambut bonanza stimulus.
'Kepemilikan reksadana saham di China berkurang menjadi 5,1% dari portofolio, titik terendah dalam satu dekade terakhir," imbuh Rubner, seperti idkutip Reuters, Selasa (1/10).
Kepercayaan konsumen China telah terpukul keras oleh krisis properti yang berakar pada langkah Presiden Xi Jinping untuk menghentikan pertumbuhan utang berisiko di sektor real estat yang diperkirakan mencapai lebih dari USD1 triliun. Sementara itu, ketegangan AS-China juga meningkat.
Namun para investor menganggap bahwa keadaan telah berubah setelah pihak berwenang Beijing berjanji untuk membelanjakan dana yang diperlukan untuk mencapai target pertumbuhan 5%. Mereka juga melonggarkan beberapa pembatasan pembelian rumah, memangkas suku bunga pinjaman bank dan menawarkan dana murah kepada para pialang untuk membeli saham.
"Terlalu banyak kesenjangan antara apa yang dinilai oleh valuasi (saham China) dan narasi kebijakan yang membaik," kata Natasha Ebtehadj dari Artemis Fund Managers. Ia mengaku telah menambah kepemilikan ekuitas China dalam beberapa hari terakhir dan mengambil beberapa posisi baru.
Saham-saham China mengalami kenaikan harian terbaik sejak 2008 pada Senin kemarin, namun para investor memperingatkan agar tidak mengekspektasikan pergerakan jangka pendek yang lebih besar.
"Ini adalah reli yang didorong oleh teknikal dan likuiditas," kata George Efstathopoulos, manajer portofolio di Fidelity International, Singapura. Ia menambahkan bahwa hal ini kemungkinan disebabkan oleh para  short seller  yang melepas taruhan mereka ketika harga saham turun.
"Mungkin ada banyak aksi jual, mungkin ada banyak  hedge fund  yang masuk untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek," kata Sacks dari Abrdn.
Sejauh tahun ini, investor telah menarik bersih USD1,4 miliar dari reksadana ekuitas China daratan yang dilacak oleh Lipper. Jumlah tersebut membalikkan semua arus masuk dari tahun 2023, tahun yang ditandai dengan harapan yang tidak terpenuhi terhadap lonjakan belanja konsumen setelah karantina wilayah COVID-19 yang ketat berakhir.
Efstathopoulos mengatakan dia akan menunggu kepercayaan konsumen China meningkat sebelum membeli lebih banyak saham China.
Mark Tinker,  hedge fund  kepala investasi di Toscafund Hongkong, mengatakan bahwa langkah-langkah terbaru Beijing menunjukkan bahwa China mungkin akan membangun permintaan rumah tangga yang berkelanjutan daripada mengejar pertumbuhan yang cepat melalui  booming  properti atau infrastruktur.
"Pertumbuhan sebesar 5% tidak sepadan jika yang Anda lakukan hanyalah mendorong (lebih banyak)  leverage  yang tidak stabil," ungkapnya kepada Reuters.
Luca Paolini, kepala strategi di Pictet Asset Management, mengatakan bahwa para investor mungkin telah mengabaikan prospek penurunan suku bunga AS yang mendorong permintaan global dan ekspor China.
Federal Reserve AS pada 18 September memulai siklus pelonggaran moneter yang telah lama ditunggu-tunggu dengan penurunan suku bunga sebesar 50 basis poin.
"Apa yang kami sampaikan kepada klien kami minggu ini adalah bahwa jika Anda tidak memiliki apa-apa (di China), Anda mungkin ingin menambahkan beberapa posisi," tambah Paolini.
Noel O'Halloran, kepala investasi KBI Global Investors, mengatakan bahwa ia mulai membeli saham-saham China musim panas ini dengan alasan valuasi dan belum akan mengambil keuntungan.
"Dalam hal alokasi ke China, masih terlalu dini bagi banyak orang untuk mengubah alokasi mereka, namun saya kira arahnya hanya bisa ke satu arah, yaitu naik," kata O'Halloran. (Reuters)


Sumber : admin