Imbal Hasil Kemungkinan akan Terus Menurun, Sektor yang Sensitif Suku Bunga akan Positif – Ashmore
Saturday, July 05, 2025       22:17 WIB

Ipotnews - Bursa saham Indonesia mengakhiri sesi perdagangan pekan pertama Juli 2025, Jumat (4/7), dengan mencatatkan pelemahan 0,19% menjadi 6.865, dan melorot 61 poin dibanding akhir sesi penutupan sebelumnya di level 6.928. Investor asing mencatatkan arus keluar ekuitas senilai USD171 juta sepanjang pekan.
 Weekly Commentary  PT Ashmore Asset Management Indonesia, Jumat (4/7), menyoroti beberapa penting sebagai berikut;

Apa yang terjadi pekan lalu?
Ashmore mencatat, sektor yang mencatatkan pelemahan terbesar adalah sektor Keuangan dan Teknologi, masing-masing turun -1,83% dan -1,09%, sementara sektor Konsumen Siklus dan Bahan Dasar mencatat kenaikan masing-masing +3,24% dan +2,80%. Performa terbaik datang dari saham batu bara (+2,94%) dan indeks Dow Jones (+2,30%), sedangkan indeks Hang Seng terkoreksi -1,52% dan IDX30 turun -1,07%.
Data ketenagakerjaan AS pekan ini lebih kuat dari perkiraan, diiringi penurunan tingkat pengangguran meskipun partisipasi angkatan kerja menurun ke level terendah sejak Desember 2022. Data Non-Farm Payroll juga melebihi ekspektasi setelah revisi naik di bulan sebelumnya. Di Kanada, defisit neraca dagang sesuai ekspektasi namun PMI manufaktur masih mengalami kontraksi sejak Februari.
Di kawasan Eropa, rilis angka inflasi utama dan inti tahunan sesuai ekspektasi dan memberi harapan pelonggaran kebijakan moneter. Meskipun terjadi kenaikan angka pengangguran namun tetap berada di level historis yang rendah. Jerman mencatat perlambatan inflasi dan penurunan penjualan ritel.
Di Asia, China mencatatkan berlanjutnya kontraksi sektor manufaktur sejak April, sementara PMI non-manufaktur membaik melebihi ekspektasi. Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan yang lebih besar dari perkiraan berkat lonjakan ekspor, disertai inflasi yang juga membaik.
Apakah ketidakpastian perdagangan belum tercermin di AS?
Ashmore mencermati, data ketenagakerjaan AS untuk Juni menunjukkan penambahan 147 ribu pekerjaan, jauh di atas ekspektasi 110 ribu, dan tingkat pengangguran turun ke 4,1% dari perkiraan kenaikan menjadi 4,3%. Namun, tingkat partisipasi tenaga kerja turun ke 62,3%, terendah sejak Desember 2022.
Ashmore juga mencatat, bahwa saat ini, pasar lebih fokus pada data inflasi sebagai penentu arah suku bunga The Fed. Ekspektasi pasar kini bergeser ke dua kali pemangkasan suku bunga di 2025, bukan tiga kali, dengan pemangkasan pertama diperkirakan terjadi September, bukan Juli.
Bulan Juli menjadi krusial dengan rencana kesepakatan dagang serta pengesahan rancangan belanja besar-besaran Trump. Berdasarkan versi terakhir yang disetujui Senat, AS rancangan belanja Trump diperkirakan akan menambah defisit fiskal sebesar USD4,5-5,5 triliun dalam 10 tahun, naik dari proyeksi sebelumnya sekitar USD3 triliun.
Di tengah ekspektasi belanja besar-besaran, pertanyaan yang muncul kembali adalah soal pendapatan AS, di mana sumber yang paling terlihat datang dari tarif. Faktanya, ketidakpastian kebijakan perdagangan tetap tinggi (bahkan lebih tinggi dibanding masa kepresidenan pertama Trump). "Namun hal ini tampaknya belum tercermin dalam Indeks Volatilitas (VIX) yang dengan cepat kembali turun ke bawah level 20 setelah lonjakan baru-baru ini pasca pengumuman "Hari Pembebasan", " tulis Ashmore.
Artinya, menurut Ashmore, kejutan negatif dari pengumuman kesepakatan dagang dapat kembali meningkatkan volatilitas secara signifikan, yang mengindikasikan risiko penurunan yang cukup besar. Rendahnya indeks VIX saat ini kemungkinan disebabkan oleh ketidakpastian perdagangan yang tampak lebih rendah jika dibandingkan dengan puncaknya baru-baru ini, meskipun secara historis masih berada di tingkat yang tinggi.
"Perlu diingat bahwa inflasi akibat tarif belum sepenuhnya dirasakan oleh konsumen AS, sehingga tekanan inflasi dalam beberapa bulan ke depan berpotensi menjadi cukup besar," Ashmore menambahkan.
Ashmore berpendapat, dalam kondisi saat ini, ketidakpastian kebijakan perdagangan global masih berada di level historis yang tinggi. Dolar AS sempat melemah, namun kembali menguat didorong oleh data ketenagakerjaan yang solid. Meski demikian, suku bunga riil di AS masih terlalu tinggi dan akan menjadi masalah yang lebih besar seiring meningkatnya defisit.
Sementara itu, kenaikan data inflasi di dalam negeri menjadi sinyal positif dan masih berada dalam kisaran target Bank Indonesia. Ashmore meyakini bahwa Bank Indonesia masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga secara independen dari The Fed, didukung oleh stabilitas nilai tukar rupiah.
Penerbitan obligasi pemerintah diperkirakan tetap ketat hingga akhir tahun. Meski proyeksi defisit APBN meningkat dari 2,5% menjadi 2,8% namun, tambahan belanja akan menggunakan saldo kas yang ada, bukan melalui penerbitan obligasi baru.
"Oleh karena itu, kami tetap optimistis untuk tetap berinvestasi di obligasi pemerintah, khususnya obligasi berdurasi panjang, karena imbal hasil kemungkinan akan terus menurun tahun ini. Di pasar saham, kami juga positif terhadap sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga, seiring arah kebijakan saat ini," papar Ashmore.
Mengingat volatilitas ekonomi global yang relatif tinggi, Ashmore tetap merekomendasikan alokasi investasi pada saham dan obligasi untuk memaksimalkan manfaat diversifikasi. (Ashmore)


Sumber : Admin