Delapan Kesalahan Umum dalam Perencanaan Pensiun yang Harus Dihindari
Thursday, September 15, 2022       15:01 WIB

Perencanaan pensiun adalah salah satu perencanaan keuangan yang paling penting yang dapat dilakukan seseorang dalam hidupnya. Perencanaan pensiun menjadi semakin penting karena, sekali Anda memasuki masa pensiun, maka tidak ada lagi kesempatan kedua bagi Anda.
Jika perencanaan pensiun sudah dilakukan dengan baik, masa pensiun Anda bisa merupakan periode emas ( golden age ), di mana Anda dapat melakukan segala hal untuk aktualisasi diri. Jika Anda telah merencanakan masa pensiun Anda dengan baik, Anda dapat bangun pagi hanya untuk melakukan hal-hal yang Anda ingin lakukan, yang mungkin tidak dapat Anda lakukan sebelumnya karena kesibukan Anda bekerja untuk mendapatkan uang (mencapai kebebasan finansial). Masa pensiun merupakan saat di mana Anda dapat mengaktualisasikan potensi diri Anda sepenuhnya.
Sebaliknya, jika Anda tidak merencanakan masa pensiun Anda dengan baik, maka Anda akan berada dalam kesulitan finansial yang tidak dapat diperbaiki lagi. Untuk itulah, Anda perlu mempelajari delapan kesalahan umum dalam perencanaan pensiun ini dengan seksama, supaya Anda dapat terhindar dari melakukan kesalahan yang sama.
#1. Tidak Memiliki Rencana Pensiun (Tertulis)
Banyak sekali orang yang tidak memiliki rencana, atau pun memiliki ide apapun tentang pensiun dan masa pensiun. Mungkin perusahaan tempatmu bekerja bukan perusahaan besar yang sudah berdiri lama, sehingga karyawan-karyawannya pun semua masih berusia relatif muda. Jadi, pembicaraan tentang masa pensiun juga jarang sekali atau tidak pernah terdengar.
Sesungguhnya, membuat tujuan ( goal ) tertulis dari apa yang ingin dicapai saat pensiun nanti, kemudian membuat rencana ( plan ) tertulis bagaimana Anda akan berusaha mencapai tujuan itu, akan sangat membantu Anda mencapai tujuan pensiun Anda.
#2. Tidak Cukup Banyak Menabung (Berinvestasi)
Jarang sekali kita menemukan orang yang sudah menghitung kapan ia akan pensiun, atau bagaimana ia akan menghabiskan waktu dalam masa pensiun, dan berapa jumlah uang pensiun yang harus dikumpulkannya mulai sekarang.
Padahal, dengan menggunakan asumsi kasar saja, misalnya pensiun pada usia 55 tahun, dan tetap hidup sampai usia 85 tahun, maka orang harus mempersiapkan dana pensiun yang akan cukup untuk membiayai hidupnya (dan pasangannya) selama 30 tahun sejak pensiun.
Apakah uang tabungan dana pensiun Anda sudah cukup? Ataukah Anda akan bergantung pada anak-anak Anda untuk membiayai masa pensiun Anda?
#3. Tidak Mulai Menabung (Berinvestasi) Sejak Muda
Anggap seseorang tamat kuliah S1 pada usia 22 tahun dan belum punya apa-apa. Kecuali dia adalah anak konglomerat yang kaya raya, pada waktu ia berusia 20-an, pastilah ia belum berpikir tentang masa pensiun. Fokus pikirannya adalah membeli mobil atau kendaraan dulu, sehingga ia kemudian menunda untuk mulai menabung (berinvestasi) sampai usia 30 tahun.
Pada usia 30 tahun, fokus orang ini ada pada usaha untuk membeli rumah, biaya pesta pernikahannya, dan membesarkan anak-anaknya, sehingga ia kemudian memutuskan untuk menunda menabung (berinvestasi) sampai usia 40 tahun.
Pada usia 40 tahun, fokus orang ini ada pada karirnya di kantor, mungkin juga untuk membiayai kuliah S2 nya yang sempat tertunda, atau membiayai uang sekolah (atau uang kuliah) anak-anaknya, sehingga ia memutuskan untuk menunda menabung (atau berinvestasi) sampai usianya 50 tahun.
Akhirnya, pada usia 50 tahun, Ketika ia merasa sudah siap untuk menabung (atau berinvestasi) ia tinggal memiliki waktu 5 tahun lagi sebelum masuk ke dalam usia pensiun. Jelas bahwa banyak waktu yang telah terbuang sia-sia, sejak ia berusia 22 tahun hingga usia 50 tahun.
Bayangkanlah berapa banyak uang (bunga) seandainya ia hanya berinvestasi pada deposito saja ( compounding interest  atau bunga berbunga). Atau, jika berinvestasi, bayangkanlah harga IHSG 20 tahun lalu yang telah meningkat beberapa kali lipat dibandingkan harganya sekarang ini.
#4. Terlalu Bergantung pada BPJS -TK atau Program Pensiun Lainnya ( DPLK ) dari Tempat Kerja
Sebagai karyawan, kita telah terlalu terbiasa untuk berpikir bahwa negara (pemerintah), atau perusahaan tempat kita bekerja, telah mengurus masalah pensiun karyawan-karyawannya. Bukankah gaji yang kita terima setiap bulan telah dipotong dengan iuran untuk BPJS -TK (Badan Pelaksana Jaminan Sosial - Tenaga Kerja) berdasarkan peraturan pemerintah yang berlaku?
Atau, mungkin perusahaan tempat kerja telah mengikut-sertakan karyawannya dalam program DPPK (Dana Pensiun Pemberi Kerja) atau program DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Jadi, karyawan tidak perlu repot-repot lagi memikirkan masalah pensiun itu.
Kenyataannya, program pensiun dari pemerintah ( BPJS -TK) atau yang dahulu bernama Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), hanya menyediakan jumlah minimum yang harus ada, tetapi bukan jumlah yang kita inginkan untuk dapat pensiun dengan nyaman.
Demikian juga, program pensiun DPPK (Dana Pensiun Pemberi Kerja) yang semula menawarkan Program Pensiun Manfaat Pasti, sekarang semua telah beralih hanya menawarkan Program Pensiun Iuran Pasti. Penyebabnya ada pada perubahan peraturan akuntansi ( accounting rules ) sehingga neraca perusahaan tidak lagi terbebani dengan manfaat pensiun yang sudah dijanjikan oleh perusahaan kepada karyawannya.
Pada Program Pensiun Manfaat Pasti, maka Manfaat Pensiun yang diterima karyawan sudah pasti tiap bulannya. Setiap kekurangan dari Dana Pensiun akan menjadi beban (liabilities) perusahaan, seperti tercermin dari neraca dan laporan rugi-laba perusahaan.
Sedangkan untuk program pensiun DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan), sejak awal hanya menawarkan Program Pensiun Iuran Pasti, di mana besarnya iuran untuk dana pensiun telah ditetapkan jumlahnya, tetapi besarnya jumlah yang nantinya akan diterima karyawan pada waktu pensiun akan bergantung pada besarnya pengembangan (investasi) dana pensiun itu.
#5. Meremehkan Biaya Pemeliharaan Kesehatan Pada Masa Pensiun
Salah satu pos biaya pada masa pensiun yang paling susah untuk ditaksir adalah pos biaya pemeliharaan kesehatan. Pada waktu pensiun, dengan bertambahnya usia, seseorang akan makin sering sakit dan makin banyak jenis penyakit yang diderita. Membuat perkiraan biaya-biaya perawatan Kesehatan hanya berdasarkan ekstrapolasi biaya perawatan Kesehatan saat ini tentu tidak cukup. Di sini, kita tidak hanya menghitung perkiraan angka inflasi saja, tapi perkiraan perkembangaan teknologi perawatan kesehatan, penemuan obat-obatan, dan hal lain-lain yang dapat terjadi dalam tiga puluh tahun atau lebih masa pensiun (semuanya tidak kita kuasai).
Solusi paling mudah, adalah dengan membeli asuransi kesehatan (health insurance) dari perusahaan asuransi terpercaya. Belilah polis asuransi kesehatan yang menjamin kesehatan kita untuk seumur hidup. Mungkin preminya cukup mahal, maka belilah polis asuransi kesehatan ini pada waktu kita masih muda dan sehat, bukan pada waktu kita sudah tua dan sakit-sakitan.
#6. Mengambil Dana Pensiun (Withdrawal Rate) Terlalu Banyak
Pada waktu seseorang memasuki usia pensiun maka ia akan mulai menarik uangnya yang disimpan dalam dana pensiun (dari BPJS -TK atau DPPK / DPLK ). Uang pensiun ini biasanya akan ditaruh dalam instrumen yang aman seperti deposito saja. Tapi, biasanya orang tidak mendepositokan seluruh uang pensiun yang diterimanya. Ini yang berbahaya, karena uang yang berasal dari dana pensiun seharusnya hanya diperuntukkan bagi masa pensiun. Bagi pensiunan, tidak ada lagi kesempatan kedua. Karena uang dana pensiun yang salah penggunaannya, tidak dapat digantikan.
Kemudian, besarnya uang yang ditarik setiap bulan harus cukup untuk menutupi biaya hidup sehari-hari selama masa pensiun. Seseorang yang pensiun dan belum membuat perencanaan pensiun dengan baik tentu akan mengalami kesulitan dengan besarnya dana pensiun yang dapat ditarik setiap bulan. Salah satu penyebabnya adalah, orang tidak tahu berapa lama dia masih akan tetap hidup setelah pensiun.
Masalah seperti ini, dapat diatasi dengan cara membeli produk anuitas di perusahaan asuransi jiwa terpercaya. Dengan membayar sejumlah uang secara lump sum di depan, produk anuitas akan membayar Kembali sejumlah uang terus menerus selama nasabahnya masih hidup. Jadi, produk anuitas ini merupakan kebalikan dari produk asuransi jiwa. Jika membeli produk asuransi jiwa, maka nasabah akan "diuntungkan" jika nasabah berumur pendek, maka sebaliknya, dengan membeli produk anuitas, nasabah akan "diuntungkan" jika nasabah berumur panjang.
#7. Percaya Berlebihan pada Kemampuan Anda untuk Terus Bekerja pada Masa Pensiun
Perencanaan pensiun umumnya dibuat pada usia 40-an atau usia 50-an, pada waktu usia masih relatif muda dan tubuh masih relatif sehat dan bugar. Kesalahan umum yang harus dihindari di sini adalah mengasumsikan bahwa tubuh kita masih akan tetap sehat dan bugar, bahkan setelah memasuki masa pensiun, sehingga Anda tetap dapat bekerja pada masa pensiun.
Tidak ada yang salah dengan keinginan untuk tetap bekerja setelah pensiun, apalagi untuk Anda yang energik dan ingin tetap aktif di usia pensiun. Tetapi, keinginan untuk tetap bekerja setelah pensiun menjadi salah jika dilakukan karena, misalnya, Anda masih belum melunasi semua hutang-hutang Anda, atau perencanaan pensiun terlambat Anda lakukan sehingga jumlah Dana Pensiun yang tersedia tidak mencukupi.
#8. Berinvestasi Terlalu Agresif (atau Terlalu Konservatif)
Investasi yang baik adalah investasi yang berimbang, artinya investasi yang tidak terlalu agresif dan juga tidak terlalu konservatif. Jika masa pensiun masih lama, katakanlah 30 tahun lagi, maka investasi dapat ditempatkan pada instrumen yang beresiko tinggi seperti pada saham-saham. Jika masa pensiun tinggal beberapa tahun lagi, maka investasi dalam instrumen efek pendapatan tetap (yang diterbitkan pemerintah Republik Indonesia) lebih dianjurkan.
Sebaliknya, berinvestasi secara terlalu konservatif juga hanya akan membuat investasi Anda tidak berkembang. Jika masa pensiun masih lama, dan Anda hanya berinvestasi di deposito saja, maka uang Anda hanya akan habis digerogoti oleh inflasi dan pajak.
 Oleh: Fredy Sumendap, CFA 

Sumber : IPS