Apa Saja Penyesalan Terbesar Para Pensiunan?
Wednesday, August 28, 2024       15:49 WIB

Saya percaya bahwa banyak pensiunan di Indonesia yang menyesal tidak melakukan sesuatu yang seharusnya mereka lakukan ketika masih aktif bekerja. Walau pun demikian, saya tidak menemukan adanya hasil riset tentang penyesalan dari orang-orang yang telah pensiun di Indonesia. Artikel ini dibuat dengan merangkum beberapa tulisan yang dimuat dalam jurnal perencanaan keuangan di luar negeri yang menurut saya cukup relevan dengan kondisi di Indonesia.
1. Tidak Cukup Banyak Menabung untuk Dana Pensiun
Penyesalan pertama dari pensiunan adalah bahwa ia tidak cukup banyak menabung untuk Dana Pensiunnya. Kebanyakan pensiunan hanya menggantungkan nasibnya pada BPJS -TK (Badan Pengelola Jaminan Sosial -Tenaga Kerja) yang diselenggarakan oleh pemerintah. BPJS -TK itu baik, tetapi BPJS -TK hanya menyediakan jumlah minimum Dana Pensiun yang harus dimiliki seorang karyawan.
Jika seorang karyawan mempunyai cita-cita untuk relokasi pada waktu pensiun, ke Bali misalnya, atau ingin membuka usaha toko online pada waktu pensiun, tentu saja dana pensiun yang disediakan dalam BPJS -TK tidak cukup.
Pada waktu seseorang masih aktif bekerja, di samping menerima gaji setiap bulan, seorang karyawan juga akan menerima bonus (THR) dan berbagai manfaat lainnya seperti asuransi kesehatan. Untuk karyawan yang pangkatnya lebih tinggi, mungkin dia akan menerima tunjangan kendaraan dan tunjangan harga bahan bakar.
Tetapi, setelah pensiun, semua manfaat dan tunjangan tersebut akan ditarik kembali. Saat itu mungkin karyawan baru menyadari bahwa ia tidak menyimpan tabungan dana pensiun yang cukup karena sekarang ia harus meanggung sendiri biaya-biaya terebut.
2. Mengabaikan Faktor Inflasi dalam Perencanaan Pensiun
Tingkat inflasi di Indonesia berfluktuasi sangat besar. Pada waktu ekonomi dalam mode ekspansi, suku bunga (dan inflasi juga) akan bergerak tinggi sekali. Sabaliknya, pada waktu ekonomi sedang dalam mode resesi, suku bunga (dan inflasi) akan cenderung lebih rendah. Pada waktu ekonomi sedang ekspansi, pertumbuhan investasi (dan Dana Pensiun) akan terlihat sangat besar. Terlihat seakan-akan tujuan investasi akan segera tercapai karena pertumbuhan nilai investasi yang besar.
Tapi sesungguhnya, pertumbuhan nilai investasi yang tinggi yang diikuti dengan pertumbuhan nilai inflasi yang besar, hanya berarti bahwa nilai investasi kita mengikuti nilai inflasi saja. Sebagai contoh, nilai suku bunga deposito kita mungkin besar, tetapi jika nilai inflasi juga tetap tinggi, maka daya beli dari uang yang kita miliki tetap sama (tidak bertambah).
Jangan tertipu dengan nilai nominal yang tinggi, tetapi kita harus menggunakan pertumbuhan nilai investasi riil setelah dikurangi nilai inflasi.
3. Menunggu Terlalu Lama untuk Mulai Membuat Rencana Pensiun
Penyesalan terbesar berikutnya dari pensiunan adalah menunggu terlalu lama untuk mulai membuat rencana pensiun. Di Amerika Serikat, rata-rata orang baru mulai membuat perencanaan pensiun pada saat ia berusia 34 tahun. Usia pensiun di AS tata-rata adalah 65 tahun.
Di Indonesia, di mana usia pensiun adalah 57 tahun, maka perencanaan pensiun seharusnya dimulai sekitar usia 30 tahun. Tetapi, berapa banyak penduduk Indonesia yang telah memulai membuat perencanaan pensiun pada usia 30 tahun? Banyak penduduk Indonesia (karyawan) yang hanya mengandalkan dana pensiun dari BPJS -TK. Penyebabnya adalah kurangnya literasi keuangan pada kebanyakan orang Indonesia.
Semakin tua usia seorang karyawan ketika ia mulai membuat perencanaan pensiun, maka akan semakin sedikit waktu yang tersedia bagi Dana Pensiun-nya untuk berkembang. Itu terutama jika karyawan itu menaruh investasi Dana Pensiun-nya hanya dalam deposito saja.
Tetapi, jika karyawan itu menaruh Dana Pensiunnya di dalam ETF (Exchange Traded Fund) yang dikelola secara pasif (misalnyayang mengikuti Index LQ45 yang disusun oleh BEI), maka perkembangan nilai investasi nya tentu akan mengikuti perkembangan Indeks LQ45 juga (yang jauh lebih tinggi dari suku bunga deposito).
4. Menganggap Enteng Biaya Pemeliharaan Kesehatan
Penyesalan terbesar ke-empat dari pensiunan adalah tidak memperhitungkan dengan cermat kenaikan biaya-biaya pemeliharaan kesehatan pada waktu pensiun. Pada waktu seorang karyawan masih aktif bekerja, semua atau hampir semua biaya pemeliharaan kesehatan (terutama rawat inap dan rawat jalan) akan ditanggung oleh perusahaan pemberi kerja.
Biaya pemeliharaan kesehatan karyawan biasanya dikaitkan dengan tingkat gaji yang diterima karyawan tersebut. Akibatnya, seorang karyawan jarang memperhatikan kenaikan biaya pemeliharaan kesehatan.
Sekarang, setelah pensiun, semua biaya pemeliharaan kesehatan harus ditanggung sendiri oleh pensiunan itu. Seringkali, pensiunan salah memperhitungkan ( underestimate ) besarnya biaya-biaya pemeliharaan kesehatan pada masa pensiun. Kemajuan teknologi pemeliharaan kesehatan juga memperbesar kesalahan perkiraan kenaikan biaya-biaya pemeliharaan kesehatan ini.
Teknologi pemeriksaan kesehatan bukanlah sesuatu yang berjalan statis saja. Teknologi yang lebih baru dan lebih modern dalam menangani suatu penyakit, pada umumnya akan menghabiskan biaya yang lebih besar. Orang yang sakit, atau keluarga orang yang sakit itu pun akan selalu berusaha mendapatkan pelayanan kesehatan menurut teknologi terbaru.
5. Tidak Membeli Asuransi Kesehatan
Saya adalah salah seorang perencana keuangan yang sangat mendukung penggunaan asuransi dalam perencanaan keuangan. Khusus untuk pensiunan, setiap orang harus memiliki polis asuransi kesehatan individual ketika ia pensiun. Untuk individu, asuransi kesehatan yang tersedia biasanya hanyalah untuk rawat inap ( in-patient ). Asuransi kesehatan untuk rawat jalan ( out-patient ), rawat gigi ( dental insurance ), atau penggantian biaya kaca mata ( optical ) biasanya tidak termasuk.
Biaya-biaya pemeliharaan kesehatan yang harus ditanggung sendiri (tanpa asuransi) dapat menghancurkan sendi-sendi perekonomian keluarga. Biaya rawat inap ( in-patient ), tergantung penyakit yang diderita, dapat sangat besar. Untuk itu jika Anda atau keluarga Anda tidak memiliki polis asuransi kesehatan, maka Anda atau keluarga Anda akan tersekspose pada resiko yang besar ini.
6. Tidak Berinvestasi dengan Benar
Tidak berinvestasi dengan benar di sini maksudnya adalah berinvestasi terlalu konservatif, atau pun berinvestasi terlalu agresif. Ketika seorang pemodal (investor) masih berusia muda dan aktif bekerja, ia seharusnya berinvestasi pada instrumen-intrumen yang lebih agresif. Instrumen investasi yang agresif seperti saham-saham (instrument ekuitas) sangat cocok bagi pemodal ( investor ) yang masih muda dan masih aktif bekerja, karena horizon investasinya yang masih panjang, sehingga kegagalan investasi akan bisa ditutupi ( recovered ) di kemudian hari.
Demikian sebaliknya, untuk seorang pensiunan, sebaiknya ia hanya berinvestasi sebagian besar pada instrumen yang konservatif dan beresiko rendah, seperti deposito atau instrumen pasar uang. Seorang pensiunan perlu berinvestasi pada instrumen yang konservatif karena horizon investasinya yang pendek dan tidak ada cara yang dapat ditempuhnya untuk menutupi ( recovered ) kegagalan investasi.
Terlebih lagi, seorang pensiunan sudah tidak aktif bekerja dan tidak memiliki sumber penghasilan tetap selain tabungan Dana Pensiun-nya yang harus dijaga dengan hati-hati. Pensiunan harus berhati-hati menggunakan Dana Pensiun-nya supaya ia tidak hidup lebih lama daripada uang yang ada dalam Dana Pensiunnya.
7. Mengambil Pensiun Terlalu Dini
Penyesalan terbesar yang terakhir akan kami bahas di sini adalah mengambil pensiun terlalu dini. Usia pensiun menurut peraturan perusahaan disebut usia pensiun normal. Saat ini, bergantung pada perusahaan masimg-masing, usia pensiun normal di Indonesia adalah 56 sd 58 tahun. Usia pensiun normal ini biasanya merujuk pada usia pensiun yang ditetapkan oleh pemerintah untuk ASN (Aparatur Sipil Negara). Usia pensiun normal untuk ASN dibuat oleh pemerintah dengan mempertimbangkan banyak faktor, misalnya ketersediaan lapangan kerja (untuk angkatan kerja baru), dan ketersediaan tenaga kerja (untuk bidang-bidang kerja tertentu seperti tenaga dosen di perguruan tinggi, atau tenaga dokter spesialis di rumah sakit).
Di samping usia pensiun normal, peraturan perusahaan biasanya memberikan kelonggaran pada karyawan-karyawannya untuk mengambil pensiun dipercepat atau pensiun dini ( early retirement ). Pensiun dini dapat diambil paling cepat 10 tahun (sepuluh tahun) sebelum usia pensiun normal dan karyawan tetap mendapatkan hak-haknya sebagai pensiunan perusahaan itu.
Pada artikel sebelumnya yang berjudul 'Kapan Waktu Terbaik Untuk Pensiun?' kita telah membahas tiga alasan seorang karyawan memutuskan untuk pensiun. Pertama karena alasan usianya telah memasuki masa pensiun; kedua, karena alasan kesehatan; dan ketiga, karena alasan untuk mencapai kebahagiaan. Orang yang memutuskan untuk pensiun dini selain karena alasan kesehatan, maka ia tentu memilih pensiun dini untuk alasan mencapai kebahagiaan.
Bahagia adalah konsep yang sulit dan bahagia bagi satu orang bisa saja bukan bahagia bagi orang lain. Jangan sampai terjadi Anda telah memutuskan untuk pensiun dini untuk alasan mencapai kebahagiaan tetapi Anda kemudian ternyata tidak puas dengan masa pensiun Anda dan ingin kembali bekerja.
Kembali bergabung dengan angkatan kerja dapat merupakan sesuatu yang tidak mudah setelah Anda pensiun. Apalagi pada situasi sekarang di mana terjadi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) di mana-mana. Kecuali keahlian yang Anda miliki tergolong jarang ada di pasar tenaga kerja, sehingga Anda dapat dengan mudah memutuskan untuk pensiun dini (dan kembali aktif bekerja ketika Anda sudah bosan) maka Keputusan untuk pensiun dini (selain karena alasan kesehatan) harus dipikirkan dengan cermat.
 Oleh : Fredy Sumendap, CFA 

Sumber : IPS
An error occurred.