Ipotnews - Pergerakan harga mayoritas saham sektor properti cenderung sudah terbatas. Meski demikian dalam jangka panjang prospek investasi di saham properti masih positif.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) yang dihimpun Ipotnews, rata-rata rasio harga saham per pendapatannya (price to earning ratio/PER) dari 53 saham di sektor properti masih tergolong tinggi yakni sebesar 22,90 kali. Sedangkan rata-rata rasio nilai bukunya (price to book value/PBV) sudah sebesar 2,77 kali.
Vice President Research PT Valbury Asia Securities, Nico Omer Jonckheere mengatakan, sebagian besar laju kenaikan saham sektor properti memang sudah melampaui nilai pasar wajarnya. Akan tetapi, masih ada sedikit kemungkinan penguatan di beberapa saham properti.
"Salah satunya adalah saham PT Alam Sutera Realty Tbk [ASRI 326 -4 (-1,2%)] dimana target harga sahamnya sampai dengan akhir tahun adalah Rp1.350 per lembar saham. Selain itu saham PT Bumi Serpong Damai Estate Tbk [BSDE 1,305 -10 (-0,8%)], dan PT Metroplitan Land Tbk [MTLA 0 -450 (-100,0%)] juga masih prospektif untuk dikoleksi investor," ujar Jonckheere, Senin (22/4).
Menurut Jonckheere, investor harus mewaspadai potensi pergerakan indeks saham sektoral properti karena ada kemungkinan dalam jangka panjang, indeks dengan pertumbuhan tertinggi di BEI ini akan menjadi sektor yang tertinggal di masa depan. Saat ini indeks saham sektor properti sendiri masih menguat 42,65%
Untuk saham PT Agung Podomoro Land Tbk [APLN 187 -1 (-0,5%)], Jonckheere mengatakan, dengan porsi lahan yang belum tergarap (landbank) yang mulai terbatas, maka ekspansi pembangunan properti APLN juga akan terbatas. Sedangkan untuk saham Moderland Realty Tbk [MDLN 270 2 (+0,7%)], harga sahamnya cenderung stagnan karena tidak banyak melakukan aksi korporasi di tahun ini. "Untuk saham PT Megapolitan Development Tbk [DILD 316 2 (+0,6%)], kami masih merekomendasikan investor untuk mengoleksinya," saran Jonckheere.
Secara keseluruhan, prospek saham sektor properti dalam jangka waktu 5-10 tahun ke depan masih positif. Investor juga tak perlu khawatir akan terjadinya penggelembungan ekonomi di saham-saham sektor properti karena tingkat hunian properti di Indonesia saat ini masih rendah.
Selain itu, harga properti di Indonesia masih lebih murah jika dibandingkan dengan di Singapura ataupun Malaysia. Permintaan hunian properti dari masyarakat Indonesia setiap tahunnya yang mencapai 800 ribu unit juga masih belum mampu dipenuhi pemerintah dan hanya mampu menyediakan hunian sebanyak 400 ribu-600 ribu unit.
Harus Jeli Kepala Riset PT Trust Securities, Reza Priyambada mengatakan, jika melihat berdasarkan sub sektor yang ada di dalamnya penopang kenaikan suatu indeks sahamĀ berbeda-beda. Oleh karena itu pelaku pasar dihimbau harus jeli saat melihat fundamental dari setiap emiten yang berada di dalam indeks tersebut.
"Jika melihat dari kenaikan indeks sektor properti, saham BSDE dan ASRI mungkin menjadi saham yang menyumbang terbesar berdasarkan kapitalisasi pasarnya. Untuk dapat menentukan saham mana di sektor properti yang memiliki kenaikan terbesar, maka pelaku pasar harus melihat kenaikan harga sahamnya jika dihitung dari awal tahun serta fundamentalnya," papar Reza, Senin (22/4).
Menurut Reza, beberapa saham di sektor properti yang sudah melampaui harga pasar wajarnya adalah saham PT Lippo Cikarang Tbk [LPCK 2,720 -20 (-0,7%)] dan PT Lippo Karawaci Tbk [LPKR 282 -4 (-1,4%)]. Sedangkan saham yang dinilai premium adalah APLN. "Beberapa saham grup Ciputra dan grup Sinarmas juga sudah melampaui harga pasar sehingga potensi penguatannya pun terbatas," tambah Reza.
Saham-saham yang potensial untuk dikoleksi investor, dengan harga saham yang masih di bawah nilai wajarnya adalah saham PT Pakuwon Jati Tbk [PWON 630 -15 (-2,3%)] dan PT Surya Semesta Internusa Tbk [SSIA 590 -15 (-2,5%)]. Sedangkan untuk trading harian, Reza menyarankan investor untuk mengoleksi saham LPKR dan saham grup Ciputra seperti PT Ciputra Surya Tbk [CTRS 0 0 (+0,0%)] dan PT Ciputra Development Tbk [CTRA 885 -15 (-1,7%)]. (Rheza/kk)